Penembakan 5 WNI di Selangor: APMM Selidiki Pelanggaran Prosedur

Kuala Lumpur – Insiden tragis yang terjadi di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, pada 24 Januari 2025, melibatkan penembakan terhadap lima warga negara Indonesia (WNI). Otoritas Malaysia, melalui Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) dan Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM), kini melakukan investigasi untuk menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran prosedur oleh personel APMM.

Menteri Dalam Negeri Malaysia, Saifuddin Nasution Ismail, menegaskan bahwa penyelidikan ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelanggaran prosedur atau hukum yang mungkin dilakukan oleh anggotanya. Saifuddin menyatakan, “Meskipun situasi di lapangan mengancam keselamatan personel, penggunaan senjata api tetap harus mengikuti prosedur yang berlaku.”

Penyelidikan awal dari pihak kepolisian menunjukkan bahwa operasi APMM tersebut dilakukan setelah adanya indikasi dugaan keterlibatan dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Penembakan terhadap WNI dikatakan bertujuan menggagalkan upaya tersebut. Saifuddin menjelaskan bahwa salah satu individu yang ditangkap di dalam operasi merupakan pelaku utama dalam jaringan penyelundupan manusia.

Kasus ini tidak hanya fokus pada pelanggaran prosedur, tetapi juga mencakup aspek hukum lain, seperti Undang-Undang Senjata Api 1960 dan Undang-Undang Anti-Perdagangan Orang dan Penyelundupan Migran 2007. Penembakan ini menjadi perhatian serius, mengingat radar APMM mendeteksi aktivitas mencurigakan di laut pada dini hari, yang kemudian mendorong mereka mengirim tim untuk melakukan penghadangan dan memberikan peringatan melalui pengeras suara.

Perhatian publik terus tertuju pada pengembangan kasus ini, yang akan menjalani pemeriksaan lebih dalam oleh pihak kepolisian berdasarkan Pasal 307 (Percobaan pembunuhan) dan Pasal 186 (Menghalangi tugas pejabat publik) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Malaysia, serta Pasal 39 (Penggunaan senjata api) dalam Undang-Undang Senjata Api 1960 dan Pasal 26A (Penyelundupan migran) dalam Undang-Undang Anti-Perdagangan Orang dan Penyelundupan Migran 2007.

Saifuddin juga menggarisbawahi pentingnya untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kondisi di lapangan saat operasi berlangsung. “Saat radar mendeteksi aktivitas mencurigakan, sangat penting untuk menilai dengan cermat keadaan di lapangan ketika mereka bertugas pada pukul 03.00 pagi dalam kegelapan laut,” ujarnya saat acara peringatan 20 tahun berdirinya APMM di George Town, Penang.

Kementerian Dalam Negeri Malaysia telah berjanji untuk memberikan perkembangan terkini terkait investigasi ini. Insiden ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan tentang bagaimana prosedur pengawasan dan penegakan hukum dilakukan dalam situasi seperti itu, khususnya mengenai pengaturan keamanan dan penggunaan senjata api oleh petugas.

Sebagai langkah mendasar, APMM diberi tugas untuk menjalani pelatihan ulang dalam penanganan situasi berisiko tinggi serta memahami penuh protokol keamanan yang berlaku. Kementerian berharap bahwa dengan adanya evaluasi menyeluruh mengenai prosedur pengoperasian di lapangan, insiden serupa dapat dihindari di masa depan.

Dampak dari insiden ini tidak hanya berpengaruh pada hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia, tetapi juga pada upaya kedua negara dalam menangani masalah perdagangan manusia dan penyelundupan migran di kawasan tersebut. Investigasi yang berjalan saat ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

Exit mobile version