Ratusan Tewas dalam Serangan Israel, Hamas Sebut Netanyahu Ingkar

Serangan udara terbaru oleh Israel di Gaza dilaporkan menewaskan sedikitnya 200 orang, menurut otoritas kesehatan Palestina. Serangan ini terjadi pada Selasa pagi dan menandai akhir dari kebuntuan gencatan senjata yang telah berlaku selama beberapa minggu. Serangan berlangsung di berbagai lokasi termasuk Gaza utara, Kota Gaza, Deir al-Balah, Khan Younis, dan Rafah, dengan banyak korban tewas adalah anak-anak.

Militer Israel menyatakan bahwa mereka telah menghantam puluhan target yang dianggap sebagai sasaran militer Hamas dan akan melanjutkan serangan tersebut selama diperlukan. Juru bicara militer menjelaskan, serangan ini merupakan langkah lebih besar daripada serangan pesawat nirawak yang biasanya menargetkan individu atau kelompok kecil. Pasukan darat Israel mungkin juga dapat dilibatkan, yang meningkatkan kekhawatiran tentang intensifikasi konflik.

Di rumah sakit yang telah kewalahan oleh pemboman selama 15 bulan, mayat-mayat yang dibawa masuk terlihat menumpuk. Bulan Sabit Merah Palestina melaporkan bahwa timnya menangani 86 korban tewas dan 134 orang luka-luka, namun banyak korban lainnya juga dibawa oleh kendaraan pribadi ke rumah sakit yang sudah diserang sebelumnya. Pejabat dari beberapa rumah sakit utama di Gaza melaporkan menerima sekitar 85 korban tewas. Salah satu insiden tragis melibatkan kematian 16 anggota satu keluarga di Rafah.

Hamas menaikkan ketegangan dengan menyatakan bahwa Israel telah membatalkan perjanjian gencatan senjata, yang membuat nasib 59 sandera yang masih ditawan di Gaza tidak pasti. Dalam sebuah pernyataan, pejabat Israel Benjamin Netanyahu menuduh Hamas terus menolak untuk membebaskan sandera Israel. Netanyahu menegaskan bahwa negara Israel akan meningkatkan kekuatan militernya guna melawan Hamas.

Di Washington, juru bicara Gedung Putih menegaskan bahwa Israel telah berkonsultasi dengan pemerintah AS sebelum melakukan serangan. Militer Israel menargetkan komandannya dan infrastruktur milik kelompok bersenjata tersebut. Dalam konteks yang lebih luas, Hamas menegaskan perlunya negosiasi untuk mengakhiri perang secara permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, sesuai dengan ketentuan gencatan senjata yang disepakati sebelumnya.

Tim perunding dari Israel dan Hamas telah berada di Doha dengan mediator dari Mesir dan Qatar berusaha menjembatani kesenjangan antara kedua pihak. Kesepakatan sebelumnya tercapai dengan imbalan 33 sandera Israel dan lima warga Thailand yang dibebaskan sehubungan dengan pengembalian sekitar 2.000 tahanan Palestina. Dengan dukungan dari AS, Israel telah mendesak agar sandera yang masih ditahan di Gaza dapat segera dibebaskan sebagai syarat untuk gencatan senjata jangka panjang.

Namun, situasi ini semakin rumit dengan saling tuduh antara Israel dan Hamas mengenai kegagalan masing-masing pihak untuk memenuhi ketentuan perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani pada bulan Januari. Masing-masing pihak mengklaim bahwa pihak lawan yang berperan dalam pelanggaran kesepakatan tersebut, walaupun pertempuran kini kembali intensif.

Israel, yang telah memblokir pengiriman bantuan ke Gaza, mengancam akan melanjutkan pertempuran jika Hamas tidak memenuhi keinginannya untuk mengembalikan sandera. Penyerangan terbaru terlihat menghancurkan banyak wilayah di Gaza, tempat ratusan ribu orang tinggal di tempat penampungan sementara atau bangunan yang rusak. Beberapa bangunan di Kota Gaza dan daerah lain pun terkena sasaran serangan yang terus berlangsung, sementara laporan menyebutkan bahwa misi penyelamatan dan upaya bantuan semakin sulit dilakukan.

Dari data yang diperoleh, hampir seluruh infrastruktur di Gaza sangat menderita akibat pertempuran selama 15 bulan, memperparah situasi kemanusiaan yang sudah genting. Kejadian ini kembali menegaskan betapa rumitnya konflik Israel-Palestina, di mana setiap upaya untuk mencapai gencatan senjata saat ini tampak semakin jauh dari kenyataan.

Exit mobile version