Peluru Hampa: Eks Jubir KPK Bela Hasto, Ini Kata Mantan Penyidik

Mantan Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah sedang menjadi sorotan setelah bergabung dengan tim penasihat hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Penunjukan mantan Jubir KPK ini dianggap memiliki makna tersendiri terkait dengan kasus dugaan korupsi yang kini menghantui Hasto, terutama yang berkaitan dengan buronan Harun Masiku.

Yudi Purnomo Harahap, seorang mantan penyidik KPK, menjelaskan bahwa hadirnya Febri dalam tim hukum Hasto tidaklah kebetulan. Menurutnya, Febri menguasai sangat banyak fakta mengenai penyidikan kasus Harun Masiku dan tren yang meliputi Hasto. “Sebenarnya memang Febri tahu banyak fakta kasus Harun Masiku dan Hasto ini karena dia pada tahun 2020 adalah Jubir yang mendapatkan update dari penyidik atau pimpinan KPK,” ungkap Yudi dalam keterangan persnya.

Kendati demikian, Yudi menekankan bahwa keberadaan Febri di tim penasihat hukum Hasto seharusnya tidak menjadi masalah besar bagi KPK. Ia menilai bahwa dengan bergabungnya mantan Jubir KPK tersebut, justru dapat memberikan dampak negatif terhadap narasi kasus korupsi dan perintangan penyidikan yang sedang dihadapi Hasto. “Masuknya Febri semakin memperlemah narasi bahwa kasus korupsi dan perintangan penyidikan Hasto adalah masalah politis, sehingga menjadi peluru hampa saja saat ini,” jelasnya.

Lebih jauh, Yudi berharap KPK tetap fokus dalam membuktikan perbuatan Hasto di hadapan pengadilan. Ia meminta agar KPK menghadirkan alat bukti dan bukti-bukti lain yang ada untuk memastikan bahwa hakim dapat diyakinkan mengenai tindak pidana korupsi serta perintangan penyidikan yang terjadi. Pandangan Yudi ini mencerminkan keinginannya agar proses hukum tetap berjalan sesuai dengan prinsip keadilan tanpa ada intervensi politik yang terlalu dominan.

Keputusan PDIP untuk merekrut Febri Diansyah juga menunjukkan strategi hukum politik di Indonesia yang semakin rumit. Di satu sisi, mantan Jubir KPK tersebut berstatus sebagai praktisi hukum yang memiliki pengetahuan mendalam tentang proses penyidikan dan penuntutan. Di sisi lain, kehadirannya dapat disalahartikan sebagai upaya mendekonstruksi kredibilitas KPK, terutama di mata publik yang semakin kritis terhadap lembaga penegak hukum.

Dalam konteks ini, penting untuk melihat isu tersebut melalui lensa yang lebih luas. Kasus ini tidak hanya menyangkut individu, tetapi juga berhubungan dengan integritas institusi penegak hukum di Indonesia. Bagaimana penyidikan dan penuntutan terhadap tokoh politik besar dilakukan sangat bergantung pada proses yang transparan dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik.

Hasto Kristiyanto sendiri telah membantah semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya, menegaskan bahwa ia adalah korban dari intrik politik. Proses hukum yang ada di depannya kemungkinan menjadi refleksi dari dinamika politik yang lebih besar di Indonesia, yang sering kali menciptakan ketegangan antara politik dan hukum.

KPK diharapkan dapat menjalankan tugasnya secara independen dan tidak terpengaruh oleh upaya politisasi yang mungkin muncul dari berbagai sisi. Sementara itu, masyarakat pun perlu tetap kritis dan mendukung upaya anti-korupsi yang berkelanjutan, agar kasus-kasus serupa tidak terulang di masa depan. Penegakan hukum yang kuat dan transparan adalah kunci untuk menegakkan keadilan serta menjaga kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.

Back to top button