
Gugatan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) terhadap Hary Tanoesoedibjo, pemilik MNC Asia Holding, telah resmi terdaftar di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini memiliki nomor 142/Pat.G/2025/PN Jkt.Pst yang didaftarkan pada Jumat, 28 Februari 2025. Namun, MNC Asia Holding mengklaim hingga saat ini belum menerima relaas atau panggilan sidang dari pengadilan.
Keterangan ini disampaikan oleh pihak MNC melalui surat elektronik kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan penegasan bahwa mereka tidak memperoleh informasi mengenai gugatan tersebut meskipun sudah tercatat secara resmi di SIPP. Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa SIPP PN Jakarta Pusat memberikan informasi mengenai perkara dan jadwal sidang secara transparan. Dengan demikian, seharusnya Hary Tanoesoedibjo dan timnya dapat mengetahui perkembangan terbaru mengenai gugatan ini.
Adapun gugatan ini melibatkan tiga orang tergugat, yaitu Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo, Tito Sulistio, dan Teddy Kharsadi, terkait dengan perkara Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diduga palsu. Penggugat, PT CMNP, mengklaim telah mengalami kerugian mencapai Rp 103,4 triliun akibat dari transaksi yang melibatkan tukar menukar NCD dengan Medium Term Note (MTN) dan obligasi yang dikeluarkan oleh CMNP.
MNC Asia Holding membantah tuduhan yang menyebutkan keterlibatan mereka dalam transaksi yang merugikan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa NCD yang ditukarkan dengan MTN adalah tanggung jawab pihak lain dan tidak ada hubungan langsung dengan MNC. Pihak MNC juga menggarisbawahi bahwa dalam transaksi yang dilakukan Hary Tanoesoedibjo, beliau hanya bertindak sebagai perantara atau broker, yang berarti mereka tidak seharusnya dijadikan objek gugat.
Namun, dalam konteks hukum, klaim ini menjadi kompleks. NCD yang dimaksud merupakan surat berharga yang bersifat ‘atas bawa’ (aan toonder), yang berarti siapa pun yang memegang surat berharga tersebut berhak mengklaimnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai kepemilikan dan tanggung jawab dalam transaksi yang terjadi.
Dugaan lain yang mencuat adalah bahwa NCD yang dibawa oleh Hary Tanoesoedibjo mungkin merupakan dokumen palsu. Menurut data yang disampaikan, NCD tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG yang dikeluarkan pada tanggal 27 Oktober 1988, yang mengatur bahwa NCD harus memiliki jatuh tempo tidak lebih dari satu tahun dan tidak dapat diterbitkan dalam mata uang asing untuk jangka waktu yang lebih dari dua tahun.
Merespons situasi ini, Direktur Eksekutif Center of Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menyatakan pentingnya keterlibatan aparat kepolisian untuk menangani dugaan NCD bodong yang bisa melibatkan banyak pihak. Menurutnya, investigasi harus dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam kasus sengketa bisnis yang sedang terjadi ini. “Saya kira aparat Polda Metro Jaya harus bertindak. Seluruh pihak yang patut diduga terlibat dugaan NCD bodong, ya harus diperiksa. Siapapun dia,” ujarnya.
Konflik ini menyoroti isu hukum yang rumit dalam bidang finansial serta potensi dampak yang ditimbulkan bagi reputasi perusahaan yang terlibat. Pihak penggugat dan tergugat kini harus menanti langkah hukum selanjutnya di pengadilan, sementara perselisihan ini terus menarik perhatian publik. Perkembangan lebih lanjut dari kasus ini akan menjadi sorotan untuk melihat apakah pihak MNC akan mendapatkan relaas yang mereka klaim belum diterima dan bagaimana putusan pengadilan nantinya.