Duterte Murka: ‘Apa Kejahatan yang Saya Lakukan?’ di Villamor!

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengekspresikan kemarahannya terhadap penahanan yang ia terima di Pangkalan Udara Villamor. Hal ini terjadi setelah ia menerima surat perintah penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) yang menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama masa pemerintahannya, khususnya terkait dengan perang melawan narkoba yang memicu kontroversi di dalam dan luar negeri.

Dalam sejumlah video yang diunggah oleh putrinya, Veronica Duterte, di Instagram, mantan presiden tersebut terlihat berbicara dengan Jaksa Agung Anthony Fadullon di dalam Pangkalan Udara Villamor. Dalam percakapan tersebut, Duterte mengajukan pertanyaan kepada Fadullon mengenai alasan penahanannya, menekankan, “Apa hukumnya dan apa kejahatan yang telah saya lakukan?” Dia juga mempertanyakan legalitas keberadaannya saat ini, menegaskan bahwa ia tidak datang ke tempat itu atas kemauannya sendiri, melainkan atas desakan pihak lain.

Selama diskusi, Salvador Medialdea, mantan Sekretaris Eksekutif yang turut hadir, menyoroti bahwa tidak ada kasus yang jelas yang diajukan terhadap Duterte pada saat penerimaan surat perintah penangkapan. Medialdea bahkan mempertanyakan kebijakan pemerintah saat ini yang bertindak mengacu pada badan internasional, terutama ICC, dengan menyatakan bahwa Filipina bukan lagi anggota ICC.

“Tidakkah Anda merasa terganggu bahwa kami melakukan ini, kami mengikuti entitas yang bukan lagi anggota kami, kami telah menarik diri darinya?” ucap Medialdea dalam bahasa Filipina, menunjukkan keprihatinannya terhadap keputusan pemerintah yang dianggapnya tidak mencerminkan keadilan.

Penangkapan Duterte menjadi sorotan, bukan hanya karena statusnya sebagai mantan presiden, tetapi juga karena isu yang mendasarinya. ICC tengah menyelidiki dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi selama perang melawan narkoba yang dimulai pada tahun 2016. Selama periode tersebut, tercatat lebih dari 6.000 kematian yang dikaitkan dengan kebijakan agresif Duterte terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Namun, kelompok hak asasi manusia memperkirakan angka kematian ini bisa mencapai 20.000 orang, menciptakan suasana ketegangan di kalangan aktivis dan organisasi internasional.

Duterte ditangkap segera setelah tiba dari Hong Kong pada Selasa pagi, dan insiden ini telah menambah ketegangan antara pemerintah Filipina dan komunitas internasional. Penangkapan mantan presiden ini dapat disebabkan oleh surat perintah yang dikeluarkan oleh ICC pada Maret 2021, yang meluncurkan penyelidikan resmi terhadap kebijakan keras Duterte.

Akibat dari penangkapan ini, Duterte mungkin berpotensi menghadapi proses hukum yang lebih lanjut baik di dalam negeri maupun di tingkat internasional. Angka kematian yang tinggi dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia selama masa pemerintahannya tidak hanya menjadi subjek kritik dalam negara, tetapi juga menimbulkan perhatian dari negara-negara lain yang mengkhawatirkan pelanggaran hak asasi manusia.

Dengan situasi yang kian memanas, langkah pemerintah Filipina di bawah kepemimpinan saat ini menjadi sorotan. Ketegangan ini semakin memperlebar celah di antara pemimpin yang baru dan praktik-praktik kontroversial yang dilakukan oleh pendahulunya. Sikap Duterte yang menantang dan mempertanyakan keabsahan penahanan ini menunjukkan bahwa perdebatan mengenai hak asasi manusia, keadilan, dan tanggung jawab pemerintah akan terus menjadi isu penting di Filipina dalam waktu ke depan.

Exit mobile version