Desakan Amerika Serikat (AS) untuk melarang aplikasi media sosial TikTok dinilai lebih berkaitan dengan citra Israel dibandingkan dengan kekhawatiran mengenai pengaruh Tiongkok. Hal ini diungkapkan oleh sejumlah anggota kongres dalam pernyataan terbaru mereka. Pada konferensi keamanan di Munich, Senator Mark Warner, seorang anggota senior dari Partai Demokrat di komite intelijen, menyampaikan keinginan untuk mengungkap fakta di balik undang-undang yang dirancang untuk membatasi aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan asal Tiongkok tersebut.
Rekan panel Warner, Mike Gallagher, seorang mantan anggota kongres sekaligus eksekutif di Palantir, mengklaim bahwa TikTok merupakan ancaman bagi keamanan nasional. Dalam penuturannya, Gallagher menekankan bahwa terdapat konsensus bipartisan mengenai potensi risiko yang ditimbulkan oleh aplikasi tersebut, terutama dalam konteks penyebaran konten yang dianggap merugikan. Menurutnya, selama beberapa waktu terakhir, telah muncul banyak konten antisemit di platform TikTok, yang semakin memperkuat urgensi pembahasan mengenai undang-undang tersebut di kongres.
Laporan yang dirilis oleh jurnalis independen Ken Klippenstein menambahkan dimensi baru terhadap diskusi ini. Sebuah memo yang diperoleh Klippenstein dari Departemen Luar Negeri menyebutkan bahwa pejabat Israel, termasuk wakil direktur jenderal untuk diplomasi publik di kementerian luar negeri Israel, Emmanuel Nahshon, mengaitkan algoritma TikTok dengan meningkatnya penolakan di kalangan pemuda Amerika terhadap kebijakan Israel, terutama konfrontasi di Jalur Gaza.
Poin penting yang terungkap dari memo tersebut adalah bahwa strategi diplomatik Israel menekankan pentingnya menentukan narasi di media sosial untuk mengatasi pandangan negatif yang mungkin muncul di kalangan generasi muda. Dalam hal ini, Nahshon menganggap algoritma TikTok bisa berpotensi memperburuk citra Israel di mata publik, sehingga menjadi alasan kuat bagi Washington untuk mengambil tindakan tegas terhadap platform tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa latar belakang desakan untuk melarang TikTok tidak serta merta berkaitan dengan kekhawatiran akan pengaruh Tiongkok, melainkan lebih kepada pengaturan narasi publik yang dapat mempengaruhi dukungan internasional terhadap Israel. Dengan meningkatnya jumlah pengguna TikTok di kalangan generasi muda Amerika, konten-konten yang kritis terhadap Israel dapat dengan mudah menyebar, memicu kekhawatiran di kalangan para pengambil kebijakan AS yang pro-Israel.
Para anggota kongres juga menekankan pentingnya mengawasi platform yang memiliki potensi untuk menyebarkan informasi yang dianggap berbahaya atau menyesatkan. Keberadaan teknologi informasi yang semakin berkembang membuatnya lebih sulit untuk mengontrol penyebaran konten, terutama di platform yang memiliki pengguna yang sangat besar seperti TikTok. Dalam konteks ini, penggunaan algoritma dalam menampilkan konten menjadi sorotan utama.
Dalam pernyataannya, Gallagher tidak hanya menyoroti isu antisemitisme yang mungkin muncul melalui TikTok, tetapi juga menekankan bahwa penting untuk menjaga keamanan dan stabilitas nasional di era digital saat ini. Dia mengingatkan bahwa meskipun terdapat dukungan bipartisan dalam hal ini, mandatori untuk melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU tersebut tidak dapat dipandang remeh.
Isu ini menjadi semakin relevan ketika mempertimbangkan bahwa pola-pola perilaku dan pandangan publik sedang berubah dengan cepat di kalangan generasi muda, khususnya di media sosial. Potensi untuk membentuk opini publik melalui platform seperti TikTok berpotensi menjadi alat yang kuat, baik untuk mendukung maupun menentang kebijakan tertentu.
Dengan demikian, perhatian terhadap TikTok di AS tidak semata adalah tentang ancaman dari Tiongkok, melainkan juga merupakan upaya untuk mengendalikan narasi terkait Israel di ranah publik. Mengingat betapa cepatnya penyebaran informasi di dunia digital, tema ini akan terus menjadi bahan perdebatan hangat di kalangan pengambil keputusan di Washington.