Sebuah penemuan menarik mengenai puasa selama bulan Ramadan diungkap oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi, dr. Donnie Lumban Gaol, Sp.PD-KGH. Dalam sebuah acara yang diadakan bertepatan dengan Hari Ginjal Sedunia di Jakarta Selatan, dr. Donnie mengemukakan bahwa puasa ternyata dapat membantu mengendalikan kondisi pasien yang mengalami sakit ginjal kronis, asalkan dilakukan dengan hati-hati dan dalam pengawasan medis yang tepat.
Menurut dr. Donnie, banyak pasien yang menjalani cuci darah atau dialisis menunjukkan kondisi tubuh yang lebih baik saat berpuasa. “Pasien-pasien saya yang cuci darah dengan puasa, malah banyak yang lebih terkendali. Dari sisi minum, cairannya, jadi banyak yang artinya lebih bagus,” ungkapnya. Ini menunjukkan bahwa puasa bisa memberikan manfaat dalam hal pengaturan asupan cairan bagi pasien dengan kondisi ginjal tertentu.
Namun, dr. Donnie tidak lupa mengingatkan bahwa puasa tidak dapat dilakukan oleh semua pasien ginjal. Dalam beberapa kondisi, terutama pada pasien yang berada di stadium akhir penyakit ginjal, puasa justru bisa memperparah kondisi mereka. “Jadi boleh puasa, tapi pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir, di mana stadium (eGFR atau penyaringan) di bawah 15, kita enggak sarankan puasa. Karena itu makin memperberat, harmful (berbahaya) untuk penyakit ginjalnya),” jelasnya.
Pentingnya pemilihan pasien yang tepat sangat ditekankan dalam penjelasan dr. Donnie. Ia menekankan bahwa puasa dapat diizinkan untuk pasien dengan penyakit ginjal pada stadium 3 dan 4. Pada tahap-tahap ini, puasa tidak akan memberikan beban tambahan yang berat kepada ginjal, meskipun tetap perlu diawasi oleh dokter. “Kalau stadium 3 hingga 4, kita masih perbolehkan dengan memperhatikan kondisi ginjalnya sendiri. Jadi banyak hal yang kita bisa nilai,” tambahnya.
Kondisi ginjal, khususnya penyakit ginjal kronis, sangat tergantung pada laju filtrasi glomerulus (eGFR) yang menunjukkan kemampuan ginjal untuk menyaring darah. Stadium penyakit ini berkisar dari stadium 1 di mana eGFR masih lebih dari 90 ml per menit dengan kerusakan ginjal ringan, hingga stadium 5 yang sudah tergolong gagal ginjal di mana eGFR kurang dari 15 ml per menit. Banyaknya kasus penyakit ginjal ini semakin mengkhawatirkan; menurut data Organisasi Kesehatan Dunia, pada tahun 2020 tercatat ada lebih dari 843,6 juta kasus gagal ginjal kronis di seluruh dunia.
Di Indonesia, prevalensi penyakit ginjal kronis terus meningkat, dengan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan sekitar 0,38 persen dari populasi, setara dengan 713.783 orang mengalami penyakit ini. Dengan data tersebut, pentingnya deteksi dini PGK menjadi sorotan utama. Dr. Donnie menyebut diabetes dan hipertensi sebagai faktor risiko utama yang menyebabkan penyakit ginjal kronis. “Kondisi diabetes dan hipertensi menjadi salah satu faktor key-risk terbesar pada PGK, yang jika tidak ditangani dengan serius akan menyebabkan gagal ginjal,” ungkapnya.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan kesehatan ginjal, PT Finusolprima Farma Internasional menyelenggarakan berbagai kegiatan edukasi dan pemeriksaan kesehatan untuk masyarakat demi mendeteksi dini penyakit ginjal. Kegiatan seperti ini merupakan bagian dari inisiatif keberlanjutan Kalbe yang bertujuan untuk menjaga kesehatan masyarakat.
Dengan meningkatnya prevalensi penyakit ginjal di Indonesia, pemahaman dan penanganan yang tepat sangat diperlukan, terutama dalam pengaturan pola hidup sehat, seperti melalui puasa yang dijalani secara bijaksana. Edukasi dan pemeriksaan rutin bisa menjadi langkah awal dalam mencegah kerusakan ginjal yang lebih parah dan meningkatkan kualitas hidup pasien ginjal kronis.