Sritex PHK 10 Ribu Karyawan, Gibran Diminta Tepati Janji Kampanye

PT Sritex, salah satu raksasa industri tekstil Indonesia, resmi melaksanakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap hampir 11.000 karyawan per 1 Maret 2025. Keputusan sulit ini muncul di tengah kondisi perusahaan yang tengah mengalami pailit, yang telah diketahui publik sejak Oktober 2024. PHK masal ini semakin memperkeruh suasana, mengingat perusahaan ini merupakan salah satu pilar ekonomi di kawasan.

Situasi ini menyulut pro dan kontra di kalangan masyarakat, terlebih lagi karena nama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka turut diangkat dalam konteks ini. Sebelumnya, Gibran pernah mengunjungi PT Sritex dan berinteraksi langsung dengan karyawan, di mana ia diharapkan mampu memberikan solusi dan dukungan bagi pertumbuhan industri. Kunjungan tersebut diiringi dengan sejumlah janji manis yang kini dipertanyakan kredibilitasnya setelah pemutusan hubungan kerja besar-besaran yang terjadi.

Respons publik terhadap peristiwa ini sangat mencolok. Melalui platform media sosial, beragam komentar muncul, menuntut agar Gibran bertanggung jawab atas janji-janji yang telah diucapkannya saat kampanye. Salah satu warganet menulis, “Konteksnya bukan tentang siapapun presidennya. Yang datang ke 8.000 pegawai Sritex dan umbar-umbar janji cuma dia doang.” Cuitan tersebut menggambarkan kekecewaan dan harapan yang tak terealisasi dari orang-orang yang pernah mendengarkan harapan tersebut.

Tanggapan serupa terus berdatangan, dengan banyak pengguna media sosial mengecam sikap Gibran sebagai Pemimpin yang semestinya lebih peka terhadap kondisi masyarakat, khususnya dalam hal perlindungan lapangan kerja. Katanya, “Habis manis, sepah dilepeh,” ungkapan yang menggambarkan rasa kecewa yang mendalam karena janji-janji yang dianggap tidak ditepati.

Gibran, yang merupakan putra dari mantan Presiden Joko Widodo, mendapatkan sorotan besar. Janji-janji yang disampaikan di depan karyawan Sritex seharusnya berdampak positif dalam memberikan harapan baru kepada mereka, namun faktanya justru berujung pada PHK massal. Ketidakpastian yang melanda sektor industri, terutama industri textiles yang sangat menyerap tenaga kerja, kini menghadapkan Gibran pada tantangan untuk membuktikan komitmennya terhadap masyarakat.

Gibran berjanji akan mempermudah peraturan yang terkait dengan industri, termasuk Sritex, guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun janji tersebut tampaknya tidak cukup untuk menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan, dan hal ini menciptakan rasa skeptis di kalangan masyarakat. Banyak yang mempertanyakan apakah Gibran benar-benar memahami kompleksitas yang ada di sektor industri, atau hanya sekedar memberi janji demi mengumpulkan suara saat pemilu.

Sebagai seorang figur publik dan pemimpin, Gibran kini terpaksa menghadapi sikap masyarakat yang meragukan komitmen dan pengertiannya terhadap kesulitan yang dihadapi oleh para pekerja di sektor seperti Sritex. Warganet pun menyuarakan harapan agar tidak ada lagi janji manis yang tak terwujud yang hanya menjadi alat politik semata.

Kondisi ini menjadi perhatian bagi banyak pihak, baik pemerintah, pihak perusahaan, maupun masyarakat luas. Ke depan, dibutuhkan langkah-langkah konkret untuk mengatasi krisis ini dan untuk menyelamatkan lapangan pekerjaan agar tidak semakin banyak rakyat yang kehilangan mata pencaharian. Tanggung jawab dan integritas pemimpin, khususnya yang menjabat di posisi strategis, akan sangat menentukan bagaimana arah kebijakan dan dampaknya terhadap rakyat. Dalam situasi yang kompleks ini, masyarakat berharap agar kesepakatan dan tindakan nyata diambil demi kesejahteraan bersama.

Exit mobile version