Seorang pria berusia 23 tahun bernama Mohammad Sahun ditangkap oleh kepolisian di Nagina, Nuh, setelah diduga melakukan pembunuhan terhadap istrinya, Sania alias Sana yang berusia 22 tahun. Kasus ini terjadi pada hari Senin malam (11/02), dan motif di balik tindakan brutal ini diduga berkaitan erat dengan ketidakpuasan Sahun terhadap mahar yang diterimanya saat menikah.
Mohammad Sahun dan Sania menikah pada 15 November 2024. Menurut penyelidikan awal dari pihak kepolisian, pernikahan mereka yang seharusnya menjadi penyatuan yang bahagia berakhir tragis, berawal dari ketidakpuasan Sahun terhadap sejumlah mahar yang diterima. Hal ini memperlihatkan betapa seriusnya masalah mahar di India, yang sering kali menjadi pemicu konflik dalam rumah tangga.
Petugas humas kepolisian Nuh, Krishan Kumar, menjelaskan bahwa setelah membunuh istrinya dengan cara mencekik, Sahun mencoba untuk merekayasa skenario perampokan. Dia membakar sepeda motornya untuk menghilangkan jejak dan datang ke kantor polisi Nagina untuk melaporkan bahwa ia telah menjadi korban perampokan. Dalam cerita yang dikarangnya, dia mengklaim bahwa sekelompok perampok menghadangnya di jalan Karhera-Bhadas dan mencekik istrinya saat dia berusaha melawan.
Namun, keterangan Sahun tidak sesuai dengan hasil penyelidikan yang dilakukan polisi. Tim penyelidik mencatat beberapa ketidaksesuaian dalam pernyataannya. Setelah mengunjungi lokasi kejadian, mereka menemukan jasad Sania dan sepeda motor yang terbakar. Temuan ini menimbulkan kecurigaan, dan polisi melakukan interogasi terhadap kedua belah pihak keluarga, yang kemudian mengarah pada pengakuan Sahun bahwa dia sebenarnya adalah pelaku pembunuhan.
Berdasarkan laporan keluarga Sania, polisi telah mendaftarkan kasus ini sebagai pembunuhan di bawah Pasal 103(1) BNS. Sahun dijadwalkan untuk dihadapkan ke pengadilan pada Rabu (13/02) untuk proses lebih lanjut. Penyidikan ini akan terus berlanjut untuk memastikan apakah ada pihak lain yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Dalam proses hukum ini, kepolisian juga menyatakan bahwa dakwaan terhadap Sahun dapat ditingkatkan menjadi Pasal 80, yang mengatur tentang kematian akibat mahar, jika bukti lebih lanjut ditemukan.
Kasus ini mengguncang masyarakat lokal dan menjadi sorotan luas tentang kekerasan berbasis mahar yang masih terjadi di berbagai wilayah di India. Dalam banyak kasus, mahar yang seharusnya menjadi simbol penghormatan keluarga suami terhadap keluarga istri, malah sering kali menjadi sumber masalah, tekanan, dan kekerasan. Banyak wanita menjadi korban akibat tuntutan mahar yang tidak terpenuhi, dan situasi ini mencerminkan isu sosial yang mendesak untuk diselesaikan.
Kekerasan atas dasar mahar bukanlah fenomena baru di India. Menurut data dari beberapa organisasi non-pemerintah, angka kasus kekerasan rumah tangga yang terkait dengan mahar terus meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, diperlukan tindakan kolektif dari masyarakat dan pemerintah untuk menanggulangi masalah ini, serta memperkuat kesadaran akan hak-hak perempuan dalam pernikahan.
Perkembangan kasus Mohammad Sahun tentunya akan menarik perhatian banyak pihak, baik dari kalangan hukum maupun sosial, yang berupaya melawan praktik tidak manusiawi ini. Setiap tindakan kejam seperti ini tidak seharusnya dibiarkan tanpa pertanggungjawaban dan harus menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih memahami konsekuensi dari norma-norma sosial yang merugikan.