Nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini, Selasa, 6 Mei 2025, diprediksi mengalami pelemahan. Pembukaan pasar menunjukkan pergerakan yang kurang menguntungkan, di mana nilai rupiah dibuka melemah sebesar 14 poin atau 0,08% menjadi Rp16.468 per dolar AS, turun dari posisi sebelumnya yang tercatat Rp16.455 per dolar AS.
Pelemahan nilai tukar ini banyak dipengaruhi oleh ketidakpastian seputar keputusan Federal Reserve (The Fed) menjelang pengumuman kebijakan moneternya pada Kamis, 8 Mei 2025. Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, mengungkapkan bahwa ketidakpastian yang meningkat di kalangan pelaku pasar bisa memicu mereka untuk keluar dari aset berisiko menuju aset yang lebih aman. “Pasar menantikan pengumuman kebijakan moneternya, di mana intervensi yang dilakukan oleh Presiden Trump terhadap Bank Sentral AS turut mempengaruhi sentimen pasar,” ujar Ariston di Jakarta.
Dalam analisisnya, Ariston memperkirakan nilai tukar rupiah dapat mencetak pelemahan lebih lanjut, dengan perkiraan bisa mencapai Rp16.550 per dolar AS, sementara level support terlihat di sekitar Rp16.400 per dolar AS.
Senada dengan Ariston, Ibrahim Assuabi, pengamat mata uang dan Direktur Laba Forexindo Berjangka, menyatakan bahwa investor semakin berhati-hati menjelang pertemuan kebijakan The Fed. “Diharapkan, Bank Sentral AS akan mempertahankan suku bunga. Hal ini terjadi karena para pembuat kebijakan berupaya menilai dampak tarif yang diberlakukan oleh Presiden Trump terhadap inflasi,” jelas Ibrahim.
Situasi ini terjadi di tengah ketegangan yang terus meningkat antara Presiden AS dan Federal Reserve. Trump, yang dikenal sebagai sosok yang berpengaruh dalam kebijakan keuangan, terus mendesak bank sentral untuk menurunkan suku bunga. Ketika suku bunga tetap rendah, hal tersebut bisa menarik lebih banyak investor ke pasar saham dan meningkatkan likuiditas. Namun, dalam kondisi saat ini, ketidakpastian ini justru menambah tekanan pada nilai tukar rupiah.
Pelemahan nilai tukar rupiah juga terlihat dalam konteks global, di mana mata uang negara-negara lain menghadapi tekanan yang serupa. Analisis pasar menunjukkan bahwa harga dolar AS dan emas mengalami penguatan atas faktor ketidakpastian ini. Ketika investor beralih mencari aset yang lebih aman, seringkali dolar AS dan emas menjadi pilihan utama.
Kondisi ini menciptakan tantangan bagi pelaku bisnis dan ekonomi domestik. Keterpurukan nilai tukar dapat berdampak pada inflasi, yang berpotensi merugikan daya beli masyarakat. Untuk itu, kebijakan pemerintah dan otoritas moneter sangat diharapkan bisa mengatasi fluktuasi ini guna memastikan stabilitas ekonomi.
Kondisi pasar sejauh ini mencerminkan ketidakpastian yang mungkin terus berlangsung. Ketika menjelang pengumuman kebijakan The Fed, pelaku pasar diharapkan dapat tetap mengedepankan kehati-hatian dalam mengambil keputusan investasi.
Dengan keadaan yang terus berubah, ada harapan agar kebijakan yang diambil oleh bank sentral dan pemerintah dapat memberikan kepastian serta stabilitas bagi nilai tukar rupiah ke depannya. Dalam situasi yang mengedepankan aspek keamanan dan mitigasi risiko, penting bagi seluruh pihak untuk tetap memantau perkembangan yang ada.