Polda Metro Jaya Didesak Segera Periksa Hary Tanoesoedibjo

Kasus dugaan pemalsuan Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang melibatkan Hary Tanoesoedibjo dan mantan Direktur Bursa Efek Indonesia, Tito Sulistio, kembali mengemuka dan menarik perhatian publik. Berdasarkan laporan yang diterima oleh Polda Metro Jaya, mereka dilaporkan terkait pemberian NCD palsu yang diduga merugikan PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) hingga triliunan rupiah.

Kisruh ini berawal dari pertukaran NCD yang dilakukan antara Hary Tanoesoedibjo dan Jusuf Hamka pada tahun 1999. Dalam transaksi tersebut, CMNP mengklaim bahwa NCD yang diterima mereka memiliki nilai yang signifikan dan dianggap sah. Namun, seiring berjalannya waktu, terungkap fakta mengejutkan bahwa NCD tersebut diduga merupakan dokumen palsu.

“Pemeriksaan terhadap keduanya sangat dibutuhkan agar ada kepastian hukum dalam kasus ini,” ujar Uchok Sky Khadafi, Direktur Eksekutif Center of Budget Analysis (CBA). Menurutnya, langkah aparat hukum untuk segera memanggil semua pihak yang terlibat dalam kasus ini sangat penting, terutama untuk menegakkan kepastian hukum dan melindungi iklim investasi di Indonesia.

Kekhawatiran semakin meningkat setelah diketahui bahwa PT CMNP mengklaim mengalami kerugian mencapai Rp 103,4 triliun akibat dugaan pemalsuan tersebut. Penghitungan secara rinci dilakukan berdasarkan bunga yang dikeluarkan per bulan sejak kasus ini mulai terungkap. Gugatan resmi diajukan oleh CMNP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 142/Pdt.G/2025/PN Jkr.Pst pada 28 Februari 2025.

Sebagai tambahan informasi, dalam laporan yang diajukan, Hary Tanoesoedibjo dan Tito Sulistio tidak hanya dihadapkan pada prosedur hukum, tetapi juga kepada sejumlah aturan perundang-undangan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Terungkap bahwa NCD yang dikeluarkan memiliki jatuh tempo lebih dari dua tahun, sementara dalam ketentuan posisi Bank Indonesia, NCD seharusnya memiliki batas waktu maksimum satu tahun.

Salah satu poin penting lainnya yang disampaikan oleh Uchok adalah bahwa kepolisian harus mampu melacak siapa pemilik asli dari NCD yang dinyatakan sebagai palsu ini. “Ini adalah kesempatan bagi Polda Metro Jaya untuk menunjukkan kinerjanya dalam mengusut kasus yang melibatkan sejumlah uang yang sangat besar,” jelasnya.

Lebih lanjut, Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, menyatakan bahwa gugatan dari CMNP tidak tepat sasaran. Dia berpendapat bahwa Hary Tanoe hanya bertindak sebagai perantara dalam kasus NCD ini, dan karena itu, tidak ada keikutsertaan langsung dalam dugaan pemalsuan. Namun, kritik mengarah pada klaim tersebut, dengan dikemukakannya bahwa kelemahan dalam kepemilikan atas NCD ini sangat jelas, mengingat karakteristik surat berharga ini yang memungkinkan siapapun yang dapat menunjukkan dan menyerahkan dokumen tersebut menjadi pemilik yang sah.

Sebagai langkah lebih lanjut, Uchok menekankan pentingnya tidak hanya mencari keadilan bagi CMNP tetapi juga memberikan pembelajaran bagi pelaku usaha lainnya untuk tidak terlibat dalam praktik yang merugikan seperti ini. Menurutnya, kasus ini merupakan ujian bagi Polda Metro Jaya dalam hal transparansi dan profesionalitas dalam menegakkan hukum.

Disisi lain, otoritas terkait juga diharapkan untuk mengambil langkah proaktif agar pengawasan dan regulasi yang berlaku di sektor keuangan semakin ketat, demi mencegah terulangnya kejadian serupa. Masyarakat juga menanti langkah konkret dari aparat hukum untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan memberikan kejelasan bagi semua pihak yang terlibat, terutama mengingat dampak yang ditimbulkan dari kasus yang dipenuhi dengan angka kerugian yang fantastis ini.

Exit mobile version