Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, mengungkapkan bahwa proses pembahasan RUU TNI saat ini sedang berjalan, meskipun pihaknya tidak menetapkan target waktu untuk pengesahannya. Dalam pernyataannya baru-baru ini di Jakarta, Utut menyatakan bahwa siap untuk mempercepat proses jika diperlukan, tetapi saat ini mereka masih menunggu sikap dari empat menteri yang terlibat dalam pembahasan tersebut.
“Kalau saya yang tidak pakai target, tetapi kalau memang hari ini selesai dan kita semua sepakat sudah lebih dari cukup, ya kenapa tidak? Namun, kita menunggu menterinya,” ungkap Utut pada acara yang berlangsung di Hotel Fairmont Jakarta pada tanggal 15 Maret 2025.
Terdapat empat menteri kunci yang diharapkan memberikan pandangannya berkaitan dengan RUU TNI. Pertama adalah Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang diharapkan dapat memberikan masukan terkait peraturan perundang-undangan. Kedua, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, yang sangat penting dalam pembahasan anggaran terkait RUU tersebut. Ketiga, Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, diharapkan menjelaskan kebijakan penggunaan RUU TNI, dan terakhir, Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, yang juga dianggap perlu untuk memberikan pandangan.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, menjelaskan sejumlah pasal yang menjadi perhatian dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU TNI. Ia menyoroti tiga pasal utama: pasal 7, pasal 47, dan pasal 53.
Untuk pasal 7, ada penambahan ayat terkait operasi militer selain perang, dari yang sebelumnya 14 ayat menjadi 17 ayat. Beberapa ayat baru mengatur tentang peran TNI dalam menangani ancaman siber, melindungi WNI di luar negeri, serta menanggulangi penyalahgunaan narkotika. “Ini merupakan langkah penting dalam menyesuaikan tugas TNI dengan tantangan modern,” jelas TB Hasanuddin.
Adapun untuk pasal 47, ada perubahan yang memungkinkan prajurit TNI menduduki posisi di jabatan sipil di lebih banyak kementerian dan lembaga. Dari semula hanya di 10 kementerian, kini ditambahkan menjadi 15 kementerian, termasuk beberapa yang menyangkut kelautan, penanggulangan bencana, dan keamanan laut.
TB Hasanuddin juga menekankan pentingnya ketentuan larangan bagi prajurit TNI untuk terlibat dalam bisnis seperti yang tercantum dalam pasal 39. Pendapat ini mencerminkan komitmen untuk menjaga integritas dan fokus TNI sebagai alat pertahanan negara.
Sementara itu, mengenai batas usia pensiun prajurit yang diatur dalam pasal 53, muncullah ketentuan baru mengenai usia pensiun bervariasi tergantung pada pangkat, mulai dari 56 tahun untuk tamtama hingga 62 tahun untuk perwira bintang tiga. Penetapan batas usia ini diharapkan dapat memberikan kejelasan dan pengaturan yang lebih baik dalam struktur kepangkatan TNI.
Meskipun pembahasan RUU ini tergolong penting, Utut Adianto memastikan bahwa proses akan berjalan normal tanpa terburu-buru. DPR saat ini belum membahas DIM secara tuntas dan berkomitmen untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan, sehingga diharapkan dapat menghasilkan regulasi terbaru yang sesuai dengan tantangan masa kini.
Dengan memperhatikan berbagai masukan dari menteri yang relevan, DPR berharap dapat menyelesaikan revisi RUU TNI dalam waktu dekat dan menghasilkan regulasi yang tak hanya bermanfaat bagi TNI, tetapi juga bagi masyarakat luas. Mengingat pentingnya keamanan dan pertahanan negara, pembahasan RUU TNI menjadi sangat krusial dan menjadi perhatian utama para pemangku kepentingan di tanah air.