Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, mengungkapkan bahwa Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mencapai kesepakatan mengenai peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam struktur pemerintahan. Kesepakatan ini memungkinkan prajurit TNI aktif untuk menduduki posisi di 16 kementerian dan lembaga. Hal ini disetujui dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI yang berlangsung di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Sabtu (15/3/2025).
Revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menjadi dasar dari keputusan ini. Dalam pertemuan tersebut, TB Hasanuddin menjelaskan bahwa penambahan jabatan prajurit TNI melibatkan lembaga baru, yaitu Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di bawah Kementerian Dalam Negeri. Ia menekankan pentingnya keterlibatan TNI dalam menjaga daerah perbatasan yang memiliki tingkat kerawanan tinggi.
“Karena dalam perpres itu dan dalam pernyataannya badan pengelola perbatasan yang rawan, berbatasan itu memang ada penempatan anggota TNI,” kata Hasanuddin. Keterlibatan TNI ini dianggap krusial agar setiap daerah dengan batasan geografis yang rawan dapat terjaga dengan baik. Keputusan ini, menurutnya, merupakan langkah strategis dalam pengelolaan keamanan dan stabilitas di wilayah perbatasan Indonesia.
Kendati demikian, Hasanuddin memberikan penjelasan tegas mengenai batasan bagi prajurit TNI yang ingin terlibat di luar posisi yang telah disepakati. Ia menegaskan bahwa semua prajurit TNI yang mengisi posisi di luar 16 kementerian dan lembaga ini harus mundur dari dinas aktif. “Jadi kalau itu sudah final,” ujarnya menanggapi pertanyaan mengenai kemungkinan penempatan prajurit TNI di luar struktur yang telah ditetapkan.
Kesepakatan ini memicu diskusi di kalangan berbagai pihak, termasuk pengamat kebijakan publik yang menilai langkah tersebut dapat memberikan dampak signifikan dalam pengelolaan daerah rawan. Namun, di sisi lain, terdapat kekhawatiran terkait kemungkinan militerisasi lembaga sipil dan pengaruhnya terhadap demokrasi di Indonesia.
Dalam konteks ini, perlu adanya keseimbangan yang menjamin bahwa peran TNI tetap fokus pada fungsi pertahanan dan keamanan, tanpa mengganggu aktivitas pemerintahan sipil. Komisi I DPR RI dalam pernyataannya akan terus memantau implementasi dari kesepakatan ini untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi tetap terjaga.
Isu ini menjadi lebih relevan mengingat situasi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan banyaknya daerah perbatasan yang sering dihadapkan pada tantangan keamanan. Dengan melibatkan TNI secara aktif dalam pengelolaan lembaga yang berkaitan dengan keamanan wilayah, diharapkan dapat tercipta sinergi yang efektif antara militer dan pemerintahan sipil.
Dalam kesimpulan, keputusan DPR dan Pemerintah untuk memperluas peran TNI dalam jabatan sipil di 16 kementerian dan lembaga mengindikasikan bahwa tantangan keamanan di Indonesia memerlukan perhatian dan kolaborasi intensif. Sementara itu, penegasan agar prajurit TNI yang menduduki posisi di luar yang disetujui harus mundur menunjukkan komitmen untuk menjaga integritas lembaga sipil dari potensi intervensi militer. Dampak dari kesepakatan ini akan terus dipantau seiring dengan upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas dan keamanan nasional.