China telah muncul sebagai kekuatan ekonomi dan politik yang signifikan di panggung global. Namun, berbagai faktor menghalangi negara ini untuk sepenuhnya menguasai dunia, baik dari tantangan internal maupun dinamika geopolitik yang kompleks. Dalam pandangan sejarawan dan penulis Ian Morris, kebangkitan Tiongkok sering kali dipandang sebagai sebuah kembalinya kepada norma sejarah di mana negara ini pernah menjadi pusat kekayaan, budaya, teknologi, dan kekuasaan dunia selama ribuan tahun.
Mengamati sejarah, Tiongkok kuno, termasuk kerajaan-kerajaan seperti Xia, Shang, dan Zhou, dapat dibandingkan dengan peradaban lain seperti Mesir kuno dan Yunani. Pada periode Klasik, Dinasti Han China bertepatan dengan kebangkitan Roma. Namun, menurut Morris, peradaban Mediterania dan Timur Tengah pada masa itu jauh lebih maju dibandingkan dengan peradaban Tiongkok, bahkan dalam hal-indeks pembangunan yang mencakup penggunaan energi dan kapasitas perang.
Kebangkitan ekonomi yang dialami China kini hampir menjadikannya sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia dalam hal paritas daya beli. Saat ini, perekonomian Tiongkok sudah mencapai 80% lebih besar dibandingkan dengan Amerika Serikat. Jika tren pertumbuhan ini berlanjut, China diprediksi membutuhkan waktu sekitar empat tahun lagi untuk melampaui AS sebagai negara adidaya. Namun, data pasar menunjukkan bahwa PDB China akan tetap lebih kecil dibandingkan dengan AS hingga tahun 2028, menunjukkan bahwa terdapat kendala yang jelas dalam mencapai dominasi global.
Meskipun kemajuan pesat di berbagai bidang, China menghadapi tantangan-tantangan internal yang serius, seperti ketimpangan ekonomi yang mencolok, masalah demografi dengan populasi yang menua, dan kebijakan pemerintah yang sering kali kontroversial. Satu di antara masalah terbesar adalah kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, di mana lebih dari separuh penduduknya masih tinggal di daerah yang kurang berkembang.
Selain itu, perubahan demografis juga menambah tekanan pada sistem sosial dan ekonomi Tiongkok. Populasi yang menua mengharuskan Tiongkok untuk memikirkan lebih jauh mengenai sistem pensiun dan jaminan sosial, serta tenaga kerja yang produktif. Dalam konteks ini, rantai pasokan global yang terganggu akibat kebijakan domestik dan internasional bisa memperburuk posisi China di pasar global.
Ketegangan geopolitik juga menjadi aspek lain yang membatasi kekuasaan China secara global. Hubungan yang tegang dengan negara-negara besar lainnya, serta adanya pergeseran dalam aliansi internasional, berpotensi mempersulit dominasi global oleh Tiongkok. Ketidakpastian yang muncul dari berbagai konflik diplomatik dapat mempengaruhi lingkungan investasi dan perdagangan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi Tiongkok.
Lebih jauh lagi, munculnya kekuatan-kekuatan baru di panggung internasional menunjukkan bahwa dominasi oleh satu negara semakin sulit dicapai. Dengan kekuatan sokongan baru dari negara-negara seperti India, Brasil, dan kekuatan regional lainnya, pola kekuasaan dunia mungkin akan semakin terdistribusi secara merata. Pergeseran ini menciptakan tantangan baru bagi Tiongkok, yang harus mampu beradaptasi dengan dinamika yang berubah agar tetap relevan di kancah global.
Dengan semua tantangan dan dinamika ini, China masih berusaha untuk meraih posisi dominan di dunia. Meskipun kemampuan ekonominya berkembang pesat, keberhasilan jangka panjang untuk menguasai dunia akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah Tiongkok dalam mengatasi isu-isu internal serta navigasi yang cermat di tengah politik internasional yang semakin kompleks. Di tengah berbagai tantangan ini, masa depan China sebagai penguasa dunia tetap menjadi misteri yang terus menarik perhatian dunia.