Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini menjerat mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan tersangka ini dilakukan pada 10 April 2025, di tengah penyelidikan yang intensif terhadap aktivitas keuangan Zarof yang diduga melibatkan praktik ilegal.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa keputusan untuk menetapkan Zarof sebagai tersangka diambil setelah penyidik melakukan penggeledahan di rumah miliknya yang terletak di Senopati, Jakarta Selatan, pada Oktober 2024. Proses penyidikan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam menentukan hubungan antara tindak pidana dan aset yang diduga hasil dari tindak pidana tersebut.
Harli menegaskan, “Rangkaian proses penyidikan TPPU ini dilakukan dengan prinsip kehati-hatian untuk menentukan nexus atau hubungan antara perbuatan tindak pidana dengan harta kekayaan yang diduga hasil dari tindak pidana.” Ini menunjukkan komitmen Kejagung untuk menangani kasus ini secara profesional dan akuntabel.
Selain menetapkan Zarof sebagai tersangka, Kejagung juga mengambil langkah pemblokiran terhadap aset-aset yang diduga dimiliki oleh mantan pejabat MA tersebut. Meskipun Harli tidak merinci jenis aset yang diblokir, ia menyebutkan bahwa koordinasi telah dilakukan dengan Badan Pertanahan di beberapa daerah, termasuk Jakarta Selatan, Kota Depok, dan Pekanbaru.
“Jadi penyidik sudah meminta pemblokiran kepada kantor Badan Pertanahan di beberapa tempat,” ungkap Harli. Langkah pemblokiran ini bertujuan untuk mencegah adanya pengalihan aset yang mungkin dilakukan oleh Zarof dan keluarganya selama proses penyidikan berlangsung.
Penting untuk dicatat bahwa Zarof Ricar sebelumnya juga terlibat dalam kasus pemufakatan jahat terkait dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur. Dengan adanya penetapan baru sebagai tersangka dalam TPPU, kasus ini semakin kompleks dan menarik perhatian publik.
Proses penyidikan TPPU juga melibatkan pengumpulan data dan keterangan yang mendalam. Harli menambahkan, “Penyidik sudah melakukan penggeledahan dokumen terkait kasus ini untuk memastikan semua bukti yang relevan dapat diperoleh.” Hal ini menunjukkan bahwa Kejagung tidak hanya mengandalkan satu sumber informasi, melainkan melakukan pendekatan yang komprehensif dalam rangka pengumpulan bukti yang akurat.
Keberanian Kejagung dalam menjalankan proses hukum ini patut diacungi jempol, mengingat kompleksitas kasus yang melibatkan pejabat tinggi seperti Zarof Ricar. Selain berpotensi mengungkap praktik korupsi yang lebih luas, kasus ini juga dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum di Indonesia.
Dengan adanya penanganan serius terhadap kasus ini, diharapkan dapat muncul efek jera bagi pelaku lain yang berpotensi terlibat dalam tindak pidana yang sama. Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi harapan masyarakat agar hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu.
Pihak Kejagung berkomitmen untuk terus memantau perkembangan dalam kasus ini dan menginformasikan kepada publik sesuai dengan tahapan hukum yang berlaku. Kejaksaan Agung diharapkan dapat menyelesaikan kasus TPPU ini dengan sebaik-baiknya, sehingga keadilan dapat ditegakkan dan masyarakat semakin percaya pada sistem hukum yang ada.