Fenomena embun beku, yang sering dikenal sebagai embun upas, kembali menyapa dataran tinggi Dieng di Banjarnegara, Jawa Tengah, pada Senin, 28 April 2025. Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Wisata Dieng Banjarnegara, Sri Utami, mengungkapkan bahwa suhu di kawasan tersebut mencapai 3 derajat Celsius, menandai kehadiran fenomena menarik ini lebih awal dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Latar belakang cuaca di Dieng, yang terletak di ketinggian, menjadi faktor utama munculnya embun beku ini. Biasanya, fenomena ini terjadi pada puncak musim kemarau, antara bulan Mei hingga Agustus. Namun, tahun ini, embun upas muncul di akhir bulan April, menandakan adanya perubahan iklim yang mungkin berlangsung.
“Embun upas pertama kali muncul di beberapa titik. Di kompleks Candi Arjuna, fenomena ini belum terlihat dengan jelas, tetapi pada pagi hari suhu sudah turun hingga 3 derajat,” jelas Sri Utami. Meskipun kemunculannya belum merata, sejumlah lokasi di Dieng telah diselimuti lapisan tipis es yang menghiasi rerumputan. Kegiatan pengamatan oleh warga dan wisatawan menjadi lebih menarik dengan adanya kehadiran kristal-kristal es ini.
Dari sudut pandang pariwisata, embun beku menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Banyak wisatawan yang ingin menyaksikan keindahan alam dan fenomena ini. Jembatan Kahyangan dan kawasan Kawah Sikidang menjadi lokasi populer untuk menikmati pemandangan embun beku ini.
Namun, di balik keindahan yang ditawarkan, embun beku juga membawa tantangan besar, terutama bagi petani kentang di daerah tersebut. Daun tanaman kentang yang terpapar embun beku berisiko mengering dan mati, yang dapat berdampak pada hasil panen. Kejadian ini menjadi perhatian bagi para petani, mengingat kentang merupakan salah satu komoditas utama di Dieng yang mendukung ekonomi masyarakat setempat.
Menurut catatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), embun beku adalah fenomena umum yang terjadi pada musim kemarau. Diperkirakan, fenomena ini dapat berlanjut hingga bulan September dengan puncaknya di bulan Agustus. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Dieng harus mempersiapkan diri menghadapi kondisi cuaca yang dapat memengaruhi pertanian dan kehidupan sehari-hari.
Secara meteorologis, embun beku berbeda dari salju. Embun beku muncul sebagai butiran es di permukaan tanah akibat penurunan suhu yang ekstrem. Masyarakat setempat lebih mengenali fenomena ini dengan sebutan embun upas, yang menjadi bagian dari tradisi dan budayanya.
Masyarakat Dieng dan wisatawan kini tengah menantikan apakah embun beku ini akan kembali muncul dengan intensitas lebih tinggi di bulan mendatang. Bestari, seorang wisatawan asal Yogyakarta, mengatakan, “Saya sudah datang ke Dieng beberapa kali, namun melihat embun beku kali ini terasa berbeda. Ini adalah pengalaman yang sangat langka.”
Dengan demikian, kehadiran embun bekas menjadi kombinasi antara daya tarik wisata dan tantangan bagi komunitas lokal. Kegiatan sehari-hari, termasuk pertanian, harus beradaptasi dengan perubahan cuaca yang semakin tidak dapat diprediksi. Fenomena ini tidak hanya memperkuat daya tarik alam dieng, tetapi juga mengingatkan semua pihak akan pentingnya memperhatikan dampak perubahan iklim terhadap kehidupan.