Deddy Corbuzier Koar-koar Kritik RUU TNI tapi Belum Laporkan LHKPN

Staf Khusus Menteri Pertahanan (Menhan) Deodatus Andreas Deddy Cahyadi, lebih dikenal sebagai Deddy Corbuzier, tengah menjadi sorotan publik setelah komentar kontroversialnya terhadap aksi protes Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan. Aksi ini dilakukan saat Rapat Panja tentang RUU TNI yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, pada tanggal 14-15 Maret 2025.

Deddy menilai bahwa intervensi yang dilakukan oleh tiga aktivis dari koalisi tersebut tergolong sebagai aksi anarkis. Ia menyatakan, “Kemarin rapat panja revisi rancangan Undang-Undang TNI yang merupakan amanat konstitusi diganggu.” Dalam video yang dibagikannya melalui akun resmi Kementerian Pertahanan, Deddy menjelaskan bahwa kelompok tersebut berteriak dan mencoba menerobos masuk ruang rapat secara paksa.

Deddy menganggap bahwa tindakan tersebut tidak hanya mengganggu jalannya rapat, tetapi juga merusak tatanan konstitusi. Dalam konteks kritik yang disampaikan oleh koalisi, mereka membawa berbagai poster yang mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap penetapan RUU TNI. Salah satu poster yang mencolok berbunyi, “DPR dan pemerintah bahas RUU TNI di hotel mewah dan di akhir pekan. Halo, efisiensi?”, merujuk pada kebijakan efisiensi yang tengah diterapkan oleh pemerintah.

Di tengah sorotan mengenai aksi protes tersebut, publik juga penasaran dengan kekayaan Deddy Corbuzier. Deddy sebelumnya diharapkan untuk melakukan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, dilaporkan bahwa Deddy belum memenuhi kewajiban ini. Anggota Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa “Deddy belum menyampaikan LHKPN-nya” sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Batas waktu untuk penyampaian LHKPN bagi Deddy adalah tiga bulan setelah ia dilantik sebagai Staf Khusus Menhan pada tanggal 11 Februari 2025. Pelaporan LHKPN ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan nomor 28 tahun 2019, yang mewajibkan semua pejabat negara untuk transparan mengenai harta kekayaan mereka.

Deddy menjelaskan bahwa meskipun terjadi gangguan selama rapat, pihaknya, sebagai Kementerian Pertahanan, tetap menghargai kritik dan masukan dari masyarakat. Ia menegaskan, “Kami akan selalu menghargai, menghormati, dan mempertimbangkan segala macam bentuk kritik dan masukan dari manapun.” Namun, mantan pesulap ini tetap berpegang pada pandangannya bahwa aksi anarkis tidak bisa diterima dalam ruang publik.

Pentingnya dialog dan komunikasi yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat sipil menjadi sorotan dalam pernyataan Deddy. Di sisi lain, tindakan anarkis yang terjadi selama rapat panja RUU TNI menunjukkan adanya pergeseran dalam cara masyarakat menyampaikan ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah.

Aksi unjuk rasa tersebut menegaskan betapa pentingnya keterlibatan masyarakat dalam proses legislasi, namun metode yang digunakan haruslah sesuai dengan norma dan etika. Dalam hal ini, perdebatan mengenai RUU TNI terus berlanjut, dan akan menjadi perhatian publik untuk melihat respon Pemerintah serta anggota DPR terhadap kritik yang disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan.

Dengan situasi yang berkembang, publik berharap proses legislasi yang terkait RUU TNI dapat berjalan dengan transparansi dan memperhatikan aspirasi serta kepentingan masyarakat. Hal ini menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat, dalam menciptakan lingkungan demokrasi yang sehat dan produktif.

Exit mobile version