Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menjual jet tempur siluman F-35 kepada India. Keputusan ini mengundang reaksi keras dari Pakistan, yang khawatir bahwa penjualan tersebut dapat mengguncang keseimbangan militer di Asia Selatan. Islamabad telah mendesak masyarakat internasional untuk mempertimbangkan dampak keamanan yang mungkin timbul akibat langkah ini.
"Dari sudut pandang Pakistan, kami sangat prihatin dengan rencana transfer teknologi militer canggih ke India," ujar Shafqat Ali Khan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Pakistan dalam jumpa pers pada 14 Februari. Ia menyoroti bahwa langkah tersebut dapat memperburuk ketidakseimbangan militer di kawasan dan merusak stabilitas strategis yang telah ada.
Jet tempur F-35 adalah produk unggulan dari Lockheed Martin dan merupakan bagian dari program jet tempur generasi kelima yang bergengsi. Dengan kemampuan terbang yang luar biasa, F-35 dapat menjalani misi selama lebih dari 12 jam tanpa henti. Program F-35 ini bukan tanpa kontroversi, terutama terkait dengan biaya yang dikeluarkan. Total biaya program tersebut mencapai $1,51 triliun (sekitar Rp23.508 triliun), yang dianggap sangat tinggi bahkan oleh beberapa pengamat di sektor militer.
Dalam hal harga per unit, biaya produksi satu jet F-35 ditaksir sekitar $75 juta (Rp1,1 triliun) tanpa mesin. Sementara itu, jika dihitung dengan mesin Pratt & Whitney F135, total biaya per unit masih berada di bawah $80 juta (sekitar Rp1,2 triliun). Meskipun biaya awalnya terasa tinggi, para pejabat militer dan pengembang yakin bahwa seiring berjalannya waktu, biaya operasi dan pemeliharaan jet dapat menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pesawat tempur generasi sebelumnya.
Berikut adalah rincian biaya terkait F-35 yang perlu dicatat:
- Biaya Program F-35: $1,51 triliun (Rp23.508 triliun)
- Biaya Produksi Satu Unit (tanpa mesin): $75 juta (Rp1,1 triliun)
- Biaya Produksi Satu Unit (dengan mesin): $80 juta (Rp1,2 triliun)
F-35 dikenal karena kemampuan siluman yang membuatnya sulit dideteksi oleh radar musuh, serta termasuk dalam kategori multirole fighter, artinya pesawat ini dapat melakukan berbagai misi seperti pengintaian, serangan udara, dan dukungan udara.
Keputusan untuk menjual F-35 kepada India mungkin menjadi langkah strategis bagi AS, mengingat hubungan diplomatik yang semakin dekat antara kedua negara. Namun, langkah ini juga menambah ketegangan di kawasan yang sudah rentan, terutama dengan rivalitas yang ada antara India dan Pakistan. Pakistan sendiri, yang merupakan satu-satunya negara Islam bersenjata nuklir, menganggap konsekuensi dari penjualan ini dapat mengganggu stabilitas yang ada.
Jadi, dengan harga yang relatif tinggi serta dampak geopolitis yang signifikan, F-35 adalah salah satu pesawat tempur paling dibicarakan di dunia saat ini. Selain itu, pelibatan negara-negara seperti India dalam program ini menandakan perubahan dalam strategi pertahanan regional yang tidak hanya melibatkan pertimbangan harga, tetapi juga stabilitas dan kekuatan militer di Asia Selatan.
Isu ini akan terus menarik perhatian banyak pihak, baik dari kalangan pengamat politik, militer, hingga masyarakat sipil. Dengan kebangkitan teknologi militer yang semakin canggih, pengaruh keputusan seperti ini akan menjadi bahan pembicaraan yang tidak lekang oleh waktu di panggung internasional.