Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini merilis lebih dari 80.000 dokumen terkait pembunuhan Presiden John F. Kennedy (JFK) yang terjadi pada 22 November 1963 di Texas. Langkah tersebut merupakan bagian dari upayanya untuk meningkatkan transparansi terkait salah satu peristiwa paling tragis dalam sejarah AS. Langkah ini juga sejalan dengan janji kampanyenya untuk mengungkap fakta-fakta seputar kematian Kennedy.
Dokumen-dokumen tersebut mulai diterbitkan di situs resmi Arsip Nasional AS pada malam hari, 18 Maret 2025, setelah dilakukan tinjauan mendalam oleh pengacara Departemen Kehakiman. Informasi yang terkandung dalam dokumen-dokumen ini meliputi memo rahasia dan laporan penyelidikan mengenai Lee Harvey Oswald, orang yang diduga bertanggung jawab atas penembakan Kennedy. Pemberian akses publik terhadap dokumen tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang situasi yang melingkupi pembunuhan JFK, terutama terkait ketegangan yang terjadi antara AS dan Uni Soviet pasca-Krisis Rudal Kuba.
Isi dokumen mencakup laporan mengenai keberadaan Oswald di Uni Soviet dan aktivitasnya sebelum insiden di Dallas. Namun demikian, sejauh ini, tidak ada bukti baru yang ditemukan yang dapat merubah narasi resmi tentang peristiwa tersebut. Di samping itu, Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan kabinet Trump, Robert F. Kennedy Jr., yang juga keponakan JFK, menyatakan keyakinannya bahwa CIA terlibat dalam pembunuhan pamannya. Namun, CIA dengan tegas membantah tuduhan tersebut.
Keluarga Kennedy juga berkomentar mengenai rilis dokumen tersebut. Jack Schlossberg, cucu JFK, menyatakan melalui media sosial bahwa mereka tidak diberi pemberitahuan mengenai rencana rilis dokumen tersebut sebelumnya. Sementara itu, sejarawan dari Harvard, Fredrik Logevall, menegaskan bahwa meskipun dokumen baru ini bermanfaat, tidak ada jaminan bahwa pemahaman yang ada tentang peristiwa tersebut akan berubah secara signifikan.
Salah satu dokumen yang dirilis adalah wawancara dengan pegawai CIA bernama Lee Wigren pada tahun 1964. Wawancara tersebut menyoroti ketidaksesuaian informasi yang diberikan oleh Departemen Luar Negeri dan CIA kepada Komisi Warren, yang dibentuk untuk menyelidiki pembunuhan JFK. Selain itu, ada pula dokumen dari Departemen Pertahanan yang membahas kebijakan AS terkait Amerika Latin dan hubungannya dengan Fidel Castro, mengindikasikan bahwa Castro tidak bermaksud memicu perang dengan AS.
Dokumen lain mengungkap Operasi Mongoose, sebuah proyek rahasia CIA untuk menggulingkan pemerintahan Castro yang disetujui oleh Kennedy. Kegiatan ini mencerminkan kompleksitas hubungan internasional dan konflik yang melatarbelakangi pembunuhan JFK.
Dalam konteks yang lebih luas, saat menjabat, Trump mengeluarkan perintah untuk merilis ribuan dokumen baru terkait pembunuhan JFK, suatu langkah yang dikatakan sebagai bagian dari “era transparansi maksimum.” Namun, banyak sejarawan, seperti Alice L. George, meragukan bahwa semua pertanyaan publik seputar kasus ini dapat terjawab, mengingat banyaknya pelaku utama yang sudah meninggal dunia.
Meskipun secara resmi, kematian Kennedy masih dianggap hasil tindakan seorang penembak tunggal, banyak survei menunjukkan mayoritas warga AS percaya ada konspirasi di balik peristiwa tersebut. Selain dokumen JFK, Trump juga berencana untuk merilis dokumen terkait pembunuhan Martin Luther King Jr. dan Senator Robert Kennedy, keduanya tewas pada 1968, meskipun rencana tersebut masih dalam tahap penyusunan. Proses rilis dokumen terkait kasus-kasus bersejarah ini menandai sebuah usaha untuk menghadirkan lebih banyak data dan kejelasan kepada publik tentang sejarah yang sering kali dikelilingi oleh misteri dan spekulasi.