Puluhan ribu warga Israel menggelar demonstrasi besar-besaran di Tel Aviv pada Selasa, 18 Maret 2025. Aksi protes tersebut dipicu oleh keputusan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk kembali melancarkan serangan ke Gaza, yang secara signifikan menghancurkan kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok Hamas. Para demonstran terlihat berkerumun di antara parlemen Israel, Knesset, di Yerusalem dan kediaman resmi Netanyahu, banyak dari mereka mengangkat spanduk yang mengekspresikan ketidakpuasan terhadap keputusan pemerintah.
Kekhawatiran akan dampak dari konflik yang berkepanjangan semakin mengemuka setelah serangan udara Israel pada hari sebelumnya, yang menewaskan lebih dari 400 orang berdasarkan laporan dari otoritas kesehatan Palestina. Serangan tersebut tidak hanya merusak infrastruktur Gaza yang sudah hancur, tetapi juga menegaskan bahwa konflik ini belum berakhir. Netanyahu mengisyaratkan bahwa serangan yang dilakukan adalah “baru permulaan”, seolah menandakan bahwa lebih banyak tindakan militer akan menyusul.
Sebagai latar belakang, gencatan senjata telah diberlakukan sejak Januari, memberikan sedikit harapan bagi sekitar 2,3 juta penduduk Gaza, yang hidup dalam kondisi sulit dan terpuruk akibat serangan yang berlangsung lama. Pada saat yang sama, kelompok Hamas menyatakan bahwa mereka masih menahan 59 dari sekitar 250 sandera yang diambil pada serangan besar-besaran yang terjadi pada 7 Oktober 2023. Meskipun situasi tegang dan menyisakan keraguan, Hamas tidak mengancam untuk melakukan pembalasan atas serangan terbaru Israel.
Netanyahu, dalam pembicaraannya di pangkalan militer Kirya di Tel Aviv, menjelaskan bahwa keputusannya untuk menyerang kembali Gaza disebabkan oleh penolakan Hamas terhadap proposal untuk memperpanjang gencatan senjata. Beliau juga meminta warga sipil Gaza untuk menghindari kawasan berbahaya dan berpindah ke tempat yang lebih aman, namun ia menyalahkan setiap korban sipil yang jatuh akibat serangan kepada Hamas.
“Sejak saat ini, Israel akan bertindak melawan Hamas dengan kekuatan yang semakin meningkat. Dan mulai saat ini, negosiasi hanya akan berlangsung di bawah tembakan,” tegas Netanyahu, menandakan bahwa pemerintahannya tidak akan mundur dalam menghadapi konflik ini.
Aksi demonstrasi yang diadakan oleh ribuan warga ini mencerminkan ketidakpuasan yang semakin meluas terhadap kebijakan pemerintah dalam menghadapi konflik yang berkepanjangan. Banyak demonstran merasa bahwa serangan ini tidak hanya menambah jumlah korban di kedua belah pihak, tetapi juga membuat situasi menjadi semakin buruk bagi rakyat sipil yang terjebak di tengah-tengah konflik.
Sebelum demonstrasi berlangsung, sejumlah pemimpin oposisi dan aktivis hak asasi manusia di Israel telah menyerukan agar pemerintah menahan diri dari peningkatan aksi militer dan mencari solusi damai melalui dialog. Mereka berargumen bahwa solusi jangka panjang harus diupayakan untuk mendamaikan kedua belah pihak dan meredakan ketegangan yang terus berlangsung.
Ketika ketidakpastian menyelimuti masa depan Gaza dan Israel, muncul pertanyaan besar tentang arah kebijakan pemerintahan Netanyahu ke depan. Dengan tekanan dari dalam negeri semakin meningkat dan dampak kemanusiaan yang mengkhawatirkan di Gaza, pemimpin Israel dihadapkan pada tantangan untuk mencari keseimbangan antara keamanan nasional dan tanggung jawab kemanusiaan.
Demonstrasi besar-besaran yang terjadi tersebut merupakan sinyal penting bahwa banyak warga Israel ingin adanya perubahan dalam pendekatan pemerintah terhadap konflik ini. Mereka menyerukan dialog yang lebih konstruktif dan mencari alternatif damai di tengah hiruk-pikuk perang yang berkepanjangan dan penuh tragedi. Ke depan, masyarakat internasional juga semakin mendesak agar semua pihak terlibat dalam upaya pencapaian kedamaian yang berkelanjutan.