Lima pria yang ditangkap di Swedia terkait penembakan Salwan Momika, seorang Kristen Irak yang terkenal karena membakar Al-Quran, telah dibebaskan dari berbagai tuduhan. Pengumuman tersebut disampaikan oleh seorang jaksa pada 21 Maret 2025. Momika, yang berusia 38 tahun, tewas akibat tembakan yang terjadi pada 29 Januari 2025, di sebuah apartemen di Sodertalje, Stockholm, hanya beberapa jam sebelum pengadilan yang dijadwalkan untuk menjatuhkan putusan atas tuduhan menghasut kebencian etnis terhadapnya dan rekan terdakwa, Salwan Najem.
Pembunuhan ini memicu kemarahan di kalangan umat Muslim di seluruh dunia, terutama karena tindakan Momika yang membakar Al-Quran pada tahun 2023. Tindakannya memicu protes besar di beberapa negara Muslim, termasuk Irak, di mana para pengunjuk rasa menyerbu Kedutaan Besar Swedia di Baghdad secara dua kali pada Juli 2023, bahkan membakar bagian dalam kompleks tersebut dalam insiden kedua.
Kejadian penembakan Momika berlangsung saat dia sedang melakukan siaran langsung di TikTok, di mana seorang penyusup berhasil masuk dan melakukan aksinya meskipun polisi telah menempatkan dia di lokasi yang dirahasiakan karena alasan keamanan. Lima pria yang ditangkap pasca penembakan tersebut dibebaskan hanya dua hari kemudian, dan status mereka sebagai tersangka resmi dicabut pada 21 Maret 2025.
Jaksa Rasmus Oman mengungkapkan bahwa saat ini tidak ada individu yang ditahan atau menjadi tersangka resmi dalam kasus ini. “Kami memiliki gambaran yang cukup baik tentang bagaimana kejadian itu berlangsung, tetapi saat ini tidak ada seorang pun yang ditahan atau menjadi tersangka resmi,” ungkapnya kepada media. Dia menambahkan bahwa meski mereka bekerja dengan lemahnya petunjuk, rincian lebih lanjut tidak dapat diungkap untuk melindungi jalannya penyelidikan.
Menanggapi pembunuhan Momika, Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, memperingatkan bahwa kasus ini menimbulkan risiko terhadap hubungan negara dengan berbagai kekuatan asing. Sementara itu, Wakil Perdana Menteri Ebba Busch menganggap tindakan tersebut sebagai ancaman bagi demokrasi dan kebebasan di negara itu.
Dalam konteks lebih luas, insiden ini kembali memperdalam ketegangan antara Swedia dan negara-negara Timur Tengah. Pada bulan Agustus 2023, dinas intelijen Swedia, Sapo, bahkan menaikkan tingkat ancaman terhadap negara tersebut menjadi level empat dari skala satu hingga lima, menyebut bahwa tindakan pembakaran Al-Quran menjadikan Swedia sebagai “target prioritas”.
Kasus Salwan Momika dan tindakan hukum yang menyusul menjadi refleksi dari isu-isu yang lebih luas terkait kebebasan berekspresi, agama, dan batasan antara keduanya di masyarakat multikultural saat ini. Kasus ini juga menunjukkan bagaimana tindakan satu individu dapat mempengaruhi hubungan internasional dan menciptakan ketegangan yang menyebar jauh melampaui batas negara.
Sementara pengadilan Stockholm sempat menunda keputusan atas kasus ini setelah pembunuhan Momika, akhirnya Najem, yang juga berasal dari Irak, dijatuhi hukuman karena menghasut kebencian etnis selama beberapa insiden pembakaran Al-Quran pada tahun 2023. Tidak ada putusan dijatuhkan untuk Momika, yang saat itu dalam status hukum penuh sebagai terdakwa, sebelum tragisnya peristiwa yang merenggut nyawanya.
Kembang politik dan hukum yang mengikuti insiden tersebut selalu diisi dengan ketegangan dan diskusi mengenai hak asasi manusia dan penegakan hukum, mempertanyakan sejauh mana negara harus melindungi warganya dari tindakan kekerasan sambil tetap menjaga kebebasan berbicara. Ke depan, tantangan ini akan menjadi perhatian utama bagi pembuat kebijakan di Swedia dan negara-negara lainnya yang menghadapi isu serupa.