Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Pete Hegseth, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah memperlihatkan tato di lengan kanannya yang bertuliskan “كافر” (kafir) dalam bahasa Arab. Kata tersebut berarti “orang yang tidak beriman” dan mengundang berbagai reaksi dari masyarakat. Tato tersebut pertama kali terlihat pada Rabu, 26 Maret 2025, saat Hegseth berkunjung ke Joint Base Pearl Harbor-Hickam di Hawaii. Dalam foto yang dibagikan melalui akun media sosialnya, tato tersebut menjadi perhatian publik dan memicu tuduhan islamofobia.
Hegseth, yang dikenal sebagai seorang Kristen yang terbuka dengan keyakinannya, menggambarkan tato-tatonya sebagai ungkapan iman, patriotisme, dan pandangan hidupnya. Namun, tato yang bertuliskan “kafir” ini telah memicu kontroversi yang cukup besar, terutama di kalangan kelompok advokasi dan organisasi hak sipil Muslim Amerika. Mereka berpendapat bahwa seorang pejabat tinggi yang menampilkan kata tersebut menunjukkan sikap bermusuhan terhadap Islam, dan sangat tidak pantas mengingat posisinya sebagai Menteri Pertahanan.
Nihad Awad, Direktur Eksekutif National dari Council on American-Islamic Relations (CAIR), menyatakan bahwa menato kata “kafir” di tubuhnya adalah sebuah pernyataan yang bertujuan untuk mengekspresikan permusuhan terhadap komunitas Muslim. Ia menekankan bahwa tindakan tersebut mencerminkan ketidakamanan dan menciptakan atmosfer yang tidak kondusif bagi hubungan antaragama yang harmonis. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat akan meningkatnya intoleransi dan islamofobia di Amerika Serikat, yang pada gilirannya bisa memperburuk hubungan antaragama di negara yang beragam ini.
Tato tersebut, menurut beberapa sumber, dibuat pada awal tahun 2024, namun baru mempertontonkan diri secara publik baru-baru ini. Reaksi sosial terhadap penemuan tato ini sangat bervariasi. Di satu sisi, ada yang mendukung ekspresi diri Hegseth dan menilai bahwa ini adalah bagian dari kebebasan berekspresi. Di sisi lain, banyak yang merasa bahwa mengidentifikasi diri dengan istilah “kafir” dalam konteks yang dapat dipahami sebagai penolakan terhadap iman orang lain adalah sangat provokatif dan tidak sensitif.
Berbagai pengguna media sosial di platform X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) mengungkapkan pendapat mereka mengenai tato tersebut. Beberapa mendukung Hegseth, sementara yang lain sangat mengkritiknya. Kontroversi ini juga menarik perhatian media internasional yang membahas implikasi tato tersebut dalam konteks hubungan antaragama dan masalah kebebasan berekspresi di kalangan pejabat publik.
Dalam menyikapi kontroversi ini, Hegseth belum memberikan pernyataan resmi mengenai tato tersebut. Namun, latar belakang keyakinan religiusnya dan pandangan politiknya yang sering berkembang mungkin akan membawa dampak pada bagaimana ia dipersepsikan di mata publik. Sebagai Menteri Pertahanan, tindakan dan ekspresi diri Hegseth menimbulkan tanggung jawab tambahan untuk menampilkan sikap inklusif dan menghormati semua agama serta kepercayaan.
Kontroversi ini melibatkan lebih dari sekadar satu tato; ia memicu diskusi yang lebih luas tentang bagaimana simbol dan kata dapat mempengaruhi interaksi antara kelompok agama yang berbeda. Hal ini juga mengingatkan kita bahwa dalam masyarakat yang pluralistik, penting untuk menjaga sensitivitas terhadap pandangan dan kepercayaan orang lain. Dengan bertambahnya perhatian terhadap tindakan Hegseth, masyarakat diharapkan dapat memperdebatkan isu-isu ini dengan cara yang konstruktif dan penuh pengertian.