Rencana Relokasi Warga Gaza: Menteri Palestina Tegaskan Itu Tanah Air Kami

Mahmoud Al-Habbash, Menteri Kehakiman dan Penasihat Presiden Otoritas Palestina, menanggapi rencana kontroversial dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang ingin merelokasi warga Gaza ke tempat lain. Dalam acara ‘Iftar Talk’ yang diadakan oleh Institute for Humanitarian Islam di Jakarta pada Selasa, 18 Maret 2025, Al-Habbash menegaskan bahwa warga Gaza tidak akan pergi kemana pun, karena tempat itu adalah tanah mereka yang harus dipertahankan dan dijaga.

“Kami ada di tanah air lebih dari 60 ribu tahun yang lalu, dan kami akan terus menganggap Palestina sebagai tanah air kami sampai kapan pun,” ujarnya dengan tegas. Pernyataan ini menegaskan ikatan emosional dan sejarah rakyat Palestina dengan tanah yang mereka diami.

Al-Habbash juga mengingatkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah memerintahkan umat Islam untuk menjaga tanah Palestina. Salah satu alasannya, menurut Al-Habbash, adalah karena banyak sahabat Nabi yang tinggal dan meninggal di wilayah itu. “Menjaga Palestina adalah sebuah wajiban agama,” katanya.

Rencana relokasi yang diusulkan oleh AS dan Israel dianggapnya sebagai upaya untuk mengusir bangsa Palestina dari tanah mereka. Dia mengkritik pendekatan yang diambil AS dan Israel, yang dinilai menggunakan berbagai argumen untuk membenarkan tindakan mereka. “Serangan yang terjadi pada 7 Oktober 2023, dijadikan oleh Israel sebagai alasan baru untuk mengosongkan tanah Palestina,” jelasnya.

Al-Habbash berusaha mengajak semua pihak untuk melawan usaha AS dan Israel yang ingin mengosongkan negara Palestina. Dia menekankan pentingnya dukungan bagi rakyat Palestina, terutama di Gaza. Dalam konteks ini, ia menyatakan bahwa Otoritas Palestina tengah berupaya memberikan bantuan berupa makanan, pakaian, dan obat-obatan untuk mendukung warga Gaza agar tetap tinggal di tanah mereka.

Pernyataan Al-Habbash turut menggambarkan bagaimana situasi di Gaza saat ini. Sejak serangan besar-besaran yang dimulai pada tahun lalu, kondisi rakyat Gaza menjadi semakin sulit. Infrastruktur yang hancur, pemutusan akses terhadap layanan dasar, dan kekurangan kebutuhan pokok menciptakan tantangan besar bagi kehidupan sehari-hari mereka.

Sejak awal konflik, warga Gaza telah menjadi salah satu kelompok yang paling terpengaruh dalam peristiwa-peristiwa yang berlangsung. Mereka terpaksa menghadapi tantangan hidup dalam kondisi yang memprihatinkan akibat serangan militer dan blokade yang berkepanjangan. Dalam konteks ini, bantuan internasional sangat diperlukan oleh warga Gaza untuk bertahan hidup dan tetap tinggal di tanah air mereka.

Menteri Al-Habbash juga menggarisbawahi kebutuhan untuk meningkatkan kesadaran internasional terhadap situasi yang dihadapi rakyat Palestina. Dia berharap banyak negara akan memberikan dukungan yang lebih besar agar Palestina tidak terpinggirkan dalam krisis yang berkepanjangan ini.

Dengan pernyatan tersebut, Al-Habbash mengajak umat Islam dan warga dunia untuk bersatu dan memperjuangkan hak-hak rakyat Palestina, terutama yang tinggal di Gaza. Dia menekankan pentingnya mempertahankan identitas dan keberadaan bangsa Palestina di tanah yang telah mereka huni selama ribuan tahun.

Rencana relokasi yang diusulkan pemerintah AS menjadi sorotan dan menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Para pemimpin politik dan masyarakat sipil di seluruh dunia menyuarakan solidaritas mereka terhadap Palestina, menginginkan agar hak-hak mereka dijunjung tinggi. Menyikapi situasi ini, tantangan terbesar saat ini adalah membangun kesadaran global dan dukungan konkret yang dapat membuat perbedaan dalam kehidupan rakyat Palestina, khususnya di wilayah Gaza yang rentan.

Exit mobile version