Presiden Mahmoud Abbas: Palestina Tak Terjual, Hak Harus Dijaga!

Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, baru-baru ini menegaskan kembali bahwa Palestina “tidak untuk dijual,” menyusul seruan yang mengusulkan pemindahan rakyat Palestina dari wilayah mereka. Dalam sebuah pernyataan yang disampaikan di sela-sela pertemuan Komite Sentral Fatah di Ramallah, Abbas menolak tegas gagasan tersebut dan menekankan bahwa tidak ada bagian dari wilayah Palestina, termasuk Gaza, Tepi Barat, atau Yerusalem, yang akan dilepaskan.

Abbas, dalam pernyataannya yang disiarkan oleh kantor berita Palestina, Wafa, menggarisbawahi pentingnya mematuhi legitimasi internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab sebagai dasar bagi setiap resolusi politik terkait dengan isu Palestina. Dia menegaskan, “Palestina tidak untuk dijual,” menandaskan posisi tegas yang diambil oleh pihak Palestina terkait eksistensi dan hak-hak rakyatnya.

Pernyataan ini menyusul dukungan yang disampaikan oleh Presiden Uni Emirat Arab, Mohammed bin Zayed, dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio. Zayed secara terbuka menolak upaya pengusiran rakyat Palestina dari Jalur Gaza dan menekankan bahwa masa depan Gaza perlu dihubungkan dengan proses menuju perdamaian yang komprehensif. Komite Sentral Fatah juga sejalan dengan sikap ini, menolak semua seruan untuk memindahkan warga Palestina dari Gaza atau wilayah lain yang diduduki oleh Israel.

Dalam konteks ini, Komite Sentral Fatah juga menyatakan bahwa rencana untuk memindahkan warga Palestina ditakdirkan untuk gagal. Mereka memperingatkan bahwa hal ini tidak hanya akan mendapatkan perlawanan dari rakyat Palestina, tetapi juga dari pihak-pihak Arab dan internasional yang memandangnya sebagai pelanggaran terhadap hukum dan legitimasi internasional. Dalam seruannya, komite tersebut juga mengapresiasi sikap tegas yang ditunjukkan oleh negara-negara Arab seperti Yordania, Mesir, dan Arab Saudi, yang semuanya menolak gagasan pemindahan warga Palestina.

Inisiatif Perdamaian Arab, yang diadopsi dalam KTT Liga Arab tahun 2002, menjadi rujukan penting bagi klaim Palestina atas wilayah-wilayah yang mereka anggap sebagai tanah air mereka. Inisiatif ini menyerukan pembentukan negara Palestina yang diakui secara internasional berdasarkan batas wilayah tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. Sebagai imbalannya, negara-negara Arab akan memberikan pengakuan kepada Israel dan melakukan normalisasi hubungan.

Namun, selama periode pemerintahan Donald Trump, terdapat gagasan yang kontroversial mengenai pemindahan penduduk Gaza untuk membangun kembali wilayah tersebut. Trump berulang kali mengisyaratkan rencana ini, yang dinyatakan sebagai upaya untuk menciptakan “Riviera Timur Tengah.” Ide-ide seperti ini ditanggapi negatif oleh dunia Arab dan penentang lainnya, karena dianggap sebagai bentuk pembersihan etnis dan pelanggaran hak asasi manusia.

Adanya penekanan dari berbagai pihak terhadap penolakan pemindahan rakyat Palestina berfungsi untuk menekankan bahwa isu ini bukan hanya masalah lokal tetapi juga menjadi perhatian global. Ketidakstabilan yang ditimbulkan oleh konflik ini memerlukan komitmen internasional terhadap penyelesaian damai yang menghargai hak-hak rakyat Palestina dan mengakui kedaulatan mereka.

Agresi Israel dan dampaknya terhadap rakyat Palestina terus menjadi sorotan utama dalam pembicaraan internasional, serta menjadi tantangan besar bagi komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah yang efektif. Dengan keterlibatan berbagai negara dan organisasi internasional, diharapkan nantinya akan tercapai kesepakatan yang menghormati hak-hak rakyat Palestina. Penegasan Abbas bahwa “Palestina tidak untuk dijual” adalah seruan untuk mengingatkan semua pihak tentang pentingnya kedaulatan dan hak asasi manusia di tengah gejolak yang terus berlangsung.

Exit mobile version