Menag: Zakat dan Wakaf Kunci Atasi Kemiskinan Dalam Sekejap!

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menekankan bahwa optimalisasi zakat dan wakaf dapat menjadi solusi cepat untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di Indonesia. Dalam konferensi pers yang berlangsung di Kementerian Agama, Jakarta, pada Jumat (21/3/2025), Nasaruddin menyampaikan bahwa pendekatan pemberdayaan ekonomi berbasis keagamaan penting untuk dikembangkan agar dana yang terkumpul dari zakat dan wakaf bisa menyasar langsung kelompok yang paling membutuhkan.

Pernyataan Menag sangat jelas bahwa kemiskinan di Indonesia membutuhkan perhatian serius. Dalam konteks ini, ia merujuk pada pernyataan Presiden yang menjelaskan perbedaan antara kemiskinan mutlak dan kemiskinan umum. “Kami terinspirasi oleh Presiden yang dengan tegas membedakan dua jenis kemiskinan ini,” ungkap Nasaruddin dan menambahkan bahwa saat ini jumlah penduduk yang tergolong miskin ekstrem mencapai 3,11 juta orang, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).

Dengan kebutuhan minimal sekitar Rp600 ribu per bulan, Nasaruddin menyebutkan bahwa untuk mengatasi kemiskinan mutlak ini, negara memerlukan dana sekitar Rp19 hingga Rp20 triliun. Sayangnya, dalam konteks pengelolaan zakat, Menag mengakui bahwa sistem yang ada saat ini masih menggunakan prinsip tradisional yang sudah berumur ribuan tahun, sehingga membutuhkan pembaruan agar lebih relevan dengan tantangan ekonomi masa kini.

Sistem zakat yang modern, seperti diungkapkan Nasaruddin, harus mampu membedakan jenis bantuan yang diberikan, baik berupa uang tunai, alat kerja, atau modal usaha, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Ia juga mengidentifikasi berbagai faktor penyebab kemiskinan, seperti kemiskinan akibat bencana, pola pikir masyarakat, dan kemiskinan struktural yang menimpa individu yang terampil namun tanpa akses pada modal.

Lebih lanjut, potensi wakaf di Indonesia juga sangat besar, dengan estimasi mencapai Rp178 triliun per tahun. Nasaruddin mengusulkan cara-cara praktis untuk mengumpulkan dana wakaf. Misalnya, dengan menambahkan 10 persen dari tagihan listrik atau telepon sebagai dana wakaf. “Jika ini diterapkan, dana wakaf yang terkumpul bisa sangat besar dan memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat,” imbuhnya.

Menag juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mengoptimalkan potensi zakat dan wakaf. Secara khusus, ia mendorong umat Islam untuk lebih aktif membayar zakat, infak, dan sedekah sebagai bentuk tanggung jawab sosial. Dengan potensi zakat nasional yang diperkirakan mencapai Rp300 triliun per tahun, Nasaruddin percaya bahwa jika semua potensi ini dapat dikelola dengan maksimal, kemiskinan bisa diberantas dalam waktu yang relatif singkat.

Tampilan potensi zakat dan wakaf di Indonesia menggambarkan kekayaan yang dimiliki oleh bangsa ini. Dalam konteks ini, Menag menegaskan bahwa kita hidup dalam negara yang kaya, namun masih banyak warga yang harus menghadapi kesulitan. “Seharusnya, dengan memanfaatkan optimalisasi zakat dan wakaf, kita tidak perlu lagi melihat ada orang kelaparan di negeri ini,” tutup Menag Nasaruddin Umar.

Dengan inisiatif dari pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat, harapan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di Indonesia tampak semakin dekat.

Exit mobile version