LPSK Telaah Berkas: 5 Korban Pelecehan Dokter Cabul Garut

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengumumkan bahwa mereka telah meneliti berkas dari lima korban kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang dokter obgyn berinisial MSF di Kabupaten Garut. Dalam sebuah konferensi pers di Bandung pada 3 Mei 2025, Kepala Biro Penelaahan Permohonan LPSK, M Ramdan, menjelaskan bahwa lembaga tersebut berkomitmen untuk memberikan dukungan dan perlindungan kepada para korban sepanjang proses hukum berlangsung.

Proses penelaahan dokumen dan permohonan perlindungan ini sudah dimulai sejak pertengahan April 2025. Ramdan menegaskan pentingnya tindakan proaktif ini, tidak hanya untuk memastikan hak-hak korban terjaga, tetapi juga untuk membantu mereka menghadapi berbagai masalah yang mereka hadapi, termasuk tekanan psikologis dan isu kesehatan akibat trauma dari pengalaman yang menyakitkan tersebut.

“LPSK ingin memastikan bahwa tidak ada korban yang dibiarkan berjuang sendiri. Kami berada di sini untuk menutup celah perlindungan dan memberikan dukungan langsung agar hak-hak mereka tidak terabaikan,” jelas Ramdan. Dia menambahkan bahwa dari lima korban tersebut, dua sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Garut.

Para korban telah menyerahkan sejumlah dokumen, termasuk kronologi kejadian dan bukti-bukti, kepada penyidik, sehingga kasus ini kini berada dalam tahap penyidikan. Tim LPSK juga telah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait, seperti UPTD PPA Polres Garut dan penasihat hukum korban, untuk memastikan semua aspek dukungan dan perlindungan dapat diberikan dengan baik.

Dalam konteks ini, LPSK memberikan formulir permohonan perlindungan kepada para korban, lengkap dengan penjelasan mengenai hak-hak mereka atas perlindungan, akses bantuan medis, serta dukungan psikologis selama proses hukum berlangsung. Ramdan menegaskan bahwa penting bagi negara untuk hadir bagi korban, terutama mengingat kondisi beberapa korban yang mungkin tengah mengandung.

“Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban menekankan pentingnya bantuan medis dan rehabilitasi psikologis bagi korban agar mereka bisa pulih secara fisik dan mental setelah mengalami trauma,” imbuhnya.

Lebih lanjut, LPSK berencana melakukan koordinasi lintas lembaga untuk memberikan perlindungan dan pemulihan kepada korban. Ini mencakup kerjasama dengan Dinas Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta rumah sakit tempat pelaku praktik. Ramdan menekankan perlunya semua pihak terlibat untuk bersikap profesional dan cepat dalam menangani kasus ini, dengan empati terhadap korban yang tengah berjuang.

Kasus ini mencuat setelah beberapa pasien mengungkapkan dugaan pelecehan seksual yang terjadi saat pemeriksaan ultrasonografi (USG) di klinik tempat dokter tersebut berpraktik. Salah satu korban menjelaskan bahwa tindakan pelecehan terjadi dalam tiga kali kunjungan, di mana pelaku memanfaatkan situasi pemeriksaan kehamilan sebagai modus untuk melakukan perabaan tanpa persetujuan.

Pemaparan ini menunjukkan bahwa perhatian dan tindakan cepat dari pihak berwenang sangat penting dalam menangani kasus kekerasan seksual. Harapan kedepannya adalah agar semua korban mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak, serta agar kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

Exit mobile version