Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rini Asmin Septerina, mengungkapkan bahwa ia menerima uang total sebesar Rp 49 juta dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Pengakuan ini disampaikan Rini saat memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap yang menempatkan Lisa sebagai terdakwa. Rini menjelaskan bahwa ia awalnya menerima uang sebesar Rp 5 juta secara cuma-cuma yang ditujukan sebagai ‘uang jajan’. Selanjutnya, dia juga mengaku telah meminjam sejumlah uang dari Lisa dalam beberapa kesempatan.
Dalam sidang tersebut, jaksa Penuntut Umum (JPU) mengonfirmasi kepada Rini mengenai total uang yang diterima. “Dari penerimaan awal yang pertama kali jumlah Rp 5 juta ya?” tanya jaksa. Rini pun mengiyakan dan menyebutkan bahwa total uang yang diterima dari Lisa mencapai sekitar Rp 49 juta. Rini menegaskan bahwa dari total tersebut, uang Rp 5 juta bukan berupa pinjaman, sedangkan sisa jumlah lainnya merupakan pinjaman.
Jaksa kemudian menggali keterangan lebih lanjut mengenai rincianlain dari uang yang diterima. “Jadi yang pinjam tadi yang Rp 10 juta?” tanya jaksa. Rini menjawab dengan tegas, “Iya,” dan melanjutkan bahwa sisa uang yang diterima, termasuk Rp 3 juta, juga merupakan pinjaman. Seluruh jumlah yang diterima Rini itu dikategorikannya sebagai pinjaman, meskipun ada anggapan bahwa sebagian uang tersebut bersifat gratifikasi.
Perkara ini melibatkan tidak hanya Rini dan Lisa, tetapi juga enam hakim yang diduga menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur dalam kasus pembunuhan. Jaksa mengungkapkan bahwa total suap yang diberikan oleh Lisa kepada tiga hakim di pengadilan tingkat pertama dan kasasi mencapai Rp 1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura. Pemberian suap berlangsung dalam beberapa pertemuan yang berbeda, dimulai di Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang pada awal Juni 2024 dan diakhiri pada Juli 2024 di Pengadilan Negeri Surabaya.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa, Lisa Rachmat diduga telah menjanjikan sejumlah uang kepada hakim untuk memengaruhi putusan dalam kasus Ronald Tannur. Hakim yang terlibat dalam perkara tersebut termasuk Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Tindakan suap ini terungkap setelah penyelidikan yang dilakukan oleh pihak berwajib.
Rini juga menjelaskan bahwa ia terus meminjam uang dari Lisa karena alasannya yang beragam. Dalam sidang tersebut, Rini mengungkapkan bahwa ia tidak hanya sekadar menerima uang tanpa ada perjanjian, melainkan terdapat beberapa akad yang mengatur peminjaman tersebut. Namun, situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas juru sita serta dampaknya terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
Kasus ini telah menarik perhatian publik dan menggugah keprihatinan terhadap praktik korupsi di lembaga peradilan. Masyarakat mengharapkan proses hukum berjalan transparan dan adil, terutama di tengah rumitnya hubungan antara pengacara, juru sita, dan hakim. Keberanian Rini dalam memberikan kesaksian di pengadilan diharapkan dapat mengungkap fakta lebih lanjut mengenai praktik korupsi yang terjadi di lingkungan peradilan.
Dengan ratusan juta rupiah yang terlibat, kasus ini memperlihatkan besarnya potensi dampak yang ditimbulkan oleh praktik suap dalam pengadilan. Seluruh perhatian kini tertuju pada proses sidang lanjutan yang akan mendalami lebih dalam peran masing-masing pihak dalam skandal ini, serta keterlibatan sistemik yang mungkin ada di bawah permukaan. Diharapkan, hukum dapat ditegakkan dan keadilan dapat tercapai bagi semua pihak yang terlibat.