Militer Zionis Israel baru-baru ini dikabarkan terlibat dalam praktik menyesatkan terkait upaya gencatan senjata di Gaza. Laporan investigasi yang diumumkan oleh media penyiaran publik Israel, KAN, mengungkap bahwa militer Israel telah memalsukan penemuan sebuah terowongan di wilayah Koridor Philadelphi, yang terletak di sepanjang perbatasan Mesir dan Gaza, dengan tujuan untuk menghambat tercapainya kesepakatan pembebasan sandera. Hal ini menjadi perhatian luas di tengah meningkatnya kekhawatiran mengenai krisis kemanusiaan di wilayah tersebut.
Menurut KAN, penemuan terowongan yang disampaikan oleh militer Israel bulan Agustus lalu, sebenarnya bukanlah terowongan seperti yang digembar-gemborkan, melainkan hanya sebuah kanal dangkal yang tertutup debu. “Tak ada terowongan, yang ada hanya sebuah kanal,” sebut laporan tersebut. Fakta ini menjadi sorotan karena menunjukkan adanya upaya untuk melebih-lebihkan urgensi situasi di Koridor Philadelphi.
Bekas petinggi pertahanan Israel, Yoav Gallant, dalam pernyataannya mengonfirmasi kebenaran laporan KAN. “Memang bukan terowongan, karena itu adalah upaya mencegah tercapainya kesepakatan gencatan senjata,” ungkapnya. Galant juga menjelaskan bahwa struktur yang dilaporkan sebenarnya memiliki kedalaman hanya sekitar satu meter, namun disajikan kepada publik seolah-olah itu adalah terowongan yang dalam. “Struktur tersebut dilaporkan kepada publik sebagai sebuah terowongan yang dalam supaya kesepakatan dengan Hamas gagal tercapai,” tambahnya.
Kepala informasi dari KAN mendesak pihak terkait untuk memberikan penjelasan mengenai temuan tersebut, mengingat situasi di Gaza sudah berada di ambang bencana dengan lebih dari 51.200 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, tewas dalam konflik yang berlangsung sejak Oktober 2023. Di sisi lain, kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menegaskan bahwa gencatan senjata penuh dan penarikan pasukan militer Israel dari Gaza menjadi syarat utama dalam perundingan pertukaran sandera.
Krisis yang terjadi di Jalur Gaza semakin memanas setelah militer Israel melaksanakan serangan besar-besaran yang kembali dimulai pada 18 Maret 2025, mengakhiri kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang telah ada sejak 19 Januari 2025. Perang genosida yang dilancarkan oleh Israel terhadap warga Palestina tidak hanya menimbulkan banyak korban jiwa, namun juga menimbulkan kecaman internasional yang semakin keras terhadap tindakan tersebut.
Seiring dengan meningkatnya ketegangan, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel, termasuk Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Jalur Gaza. Selain itu, Israel juga dihadapkan dengan tuntutan di Mahkamah Internasional (ICC) terkait tindakan genosida. Tuntutan ini menunjukkan bahwa komunitas internasional semakin mengecam tindakan militer Israel yang dianggap melanggar hukum internasional dan hak asasi manusia.
Dalam situasi yang sangat kompleks ini, keberanian media untuk mengungkap fakta yang terpendam menunjukkan pentingnya transparansi dalam upaya gencatan senjata. Keberadaan laporan seperti ini tidak hanya memberikan gambaran yang lebih jelas tentang situasi yang dihadapi oleh warga Palestina, tetapi juga menyoroti tantangan yang harus dihadapi dalam proses mencapai kesepakatan yang berkelanjutan. Sehingga, dalam krisis yang berkepanjangan ini, harapan akan perdamaian dan keadilan tetap ada, meskipun jalan yang dilalui tampak panjang dan berliku.