Hanya Permulaan: Netanyahu Ancaman Penghancuran Total bagi Hamas

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan tegas pada hari Selasa, mengancam untuk menghancurkan Hamas secara total jika kelompok tersebut tidak segera membebaskan para sandera yang ditahan. Dalam sebuah video, Netanyahu menggambarkan serangan besar-besaran yang dilancarkan di Jalur Gaza semalam sebagai “hanya permulaan” dan menekankan bahwa negosiasi selanjutnya dengan Hamas hanya akan dilakukan di bawah tekanan militer.

Serangan terbaru ini mencatatkan jumlah korban yang sangat tinggi, dengan laporan dari kementerian kesehatan Gaza menyebutkan lebih dari 400 orang tewas akibat bom yang dijatuhkan oleh militer Israel. Netanyahu menegaskan bahwa Israel akan terus melakukan operasi militer hingga semua sandera yang diambil oleh militan Palestina pada serangan 7 Oktober 2023 dipulangkan. “Hamas telah merasakan kekuatan tangan kami dalam 24 jam terakhir,” katanya.

Ketika gencatan senjata yang berlaku sejak Januari terancam, Netanyahu mengungkapkan bahwa semua negosiasi kini akan dilakukan dalam suasana tekanan. “Tekanan militer sangat penting untuk membebaskan sandera tambahan,” tambahnya. Dia menyatakan, langkah-langkah selanjutnya mungkin melibatkan tindakan yang lebih drastis jika Hamas tetap menolak untuk bekerjasama.

Di sisi lain, Hamas menuduh Israel memutuskan untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata yang telah diajukan oleh mediator seperti AS dan Mesir. Mereka memperingatkan bahwa kekerasan yang meningkat akan berdampak buruk pada nasib sandera yang masih hidup. Pemimpin Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan bahwa tujuan serangan Israel adalah untuk memaksa mereka menyerah melalui kekerasan.

Hamas, hingga saat ini, belum memberikan respons militer terhadap serangan tersebut. Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel, Yoav Katz, memperingatkan bahwa “Hamas harus memahami bahwa aturan mainnya telah berubah,” dan menekankan bahwa tindakan militer akan terus berlanjut hingga kelompok tersebut mengalami “hancur total.”

Di tengah situasi yang semakin memanas, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa ribuan orang mengungsi akibat serangan yang terus berlanjut. Banyak keluarga yang kehilangan anggota mereka, termasuk anak-anak, dalam serangan tersebut. Kementerian mencatat total 413 orang tewas, dengan banyak korban lainnya masih terjebak di reruntuhan. Jihan Nahhal, seorang ibu dari Gaza, menggambarkan kondisi di wilayahnya sebagai “neraka.”

Sebagai tanggapan terhadap serangan tersebut, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi mengutuk tindakan Israel dan menegaskan bahwa upaya ini menjadi bagian dari misi untuk memaksa pengungsi Palestina. Di sisi internasional, banyak negara dan organisasi, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengecam serangan Israel dan mendesak agar permusuhan segera dihentikan. Keluarga sandera Israel pun memperlihatkan kekhawatiran yang mendalam terkait keselamatan orang yang mereka cintai dan mendesak pemerintah untuk mendekati proses negosiasi dengan lebih hati-hati.

Pengamat asing, termasuk dari Gedung Putih, menegaskan bahwa serangan Israel merupakan hasil dari keputusan yang telah direncanakan, dengan dukungan dari Washington. Sejumlah juru bicara menyatakan bahwa Hamas bertanggung jawab penuh atas kebangkitan kembali konflik tersebut.

Sementara itu, di medan perang, berita terbaru menunjukkan kelompok Huthi Yaman yang didukung Iran telah meluncurkan serangan rudal ke Israel sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina, meskipun rudal tersebut berhasil dicegat oleh militer Israel.

Dalam situasi yang semakin kompleks ini, realitas di lapangan tampaknya menunjukkan bahwa konflik ini masih jauh dari akhir. Kedaruratan kemanusiaan di Gaza menimbulkan sejumlah pertanyaan mendalam mengenai masa depan wilayah tersebut dan nasib para sandera. Dengan kekerasan yang terus berlanjut, upaya penyelesaian damai menjadi semakin mendesak, baik bagi rakyat Palestina maupun Israel.

Exit mobile version