BMKG: Istana Kembali Tegaskan Tidak Kena Efisiensi Anggaran!

Kepala Komunikasi Kepresidenan RI, Hasan Nasbi, menegaskan bahwa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tidak mengalami pemangkasan anggaran sebesar 50 persen seperti yang sebelumnya diberitakan. Sebaliknya, Hasan meminta publik untuk merujuk langsung kepada BMKG guna mendapatkan data terbaru mengenai anggaran mereka. Pernyataan ini disampaikan pada Selasa, 11 Februari 2025.

Informasi sebelumnya menyebutkan bahwa BMKG mengalami pengurangan anggaran yang signifikan, yakni mencapai Rp1,423 triliun dari total anggaran yang awalnya sebesar Rp2,826 triliun. Hal ini menjadi perhatian utama, mengingat BMKG memiliki peran kritis dalam mendeteksi perubahan cuaca, iklim, serta mengantisipasi bencana alam seperti gempa dan tsunami. Dalam konteks ini, Hasan menegaskan pentingnya klarifikasi untuk menghindari kesalahpahaman di kalangan masyarakat.

Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, menyampaikan bahwa meskipun mereka memahami adanya kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan, hal itu memberikan dampak serius terhadap operasional lembaga. Berdasarkan surat dari Menteri Keuangan yang menyatakan pengurangan anggaran, BMKG harus merencanakan strategi baru untuk memastikan misi dan tanggung jawab mereka tetap bisa dilaksanakan dengan optimal, terutama dalam hal pemeliharaan alat yang penting untuk pemantauan cuaca dan geologi.

Berikut adalah beberapa dampak yang dihadapi BMKG akibat pengurangan anggaran:

  1. Penurunan Pemeliharaan: Dengan adanya anggaran yang terpangkas, pemeliharaan alat penting BMKG diprediksi mengalami penurunan drastis hingga 71 persen.

  2. Dampak Kualitas Informasi: Akurasi informasi cuaca, iklim, serta ancaman bencana berisiko turun dari 90 persen menjadi hanya 60 persen, yang dapat menurunkan kualitas layanan yang diharapkan masyarakat.

  3. Keterlambatan Peringatan Dini: Peringatan dini terhadap tsunami yang sebelumnya bisa diberikan dalam waktu tiga menit kini berpotensi melambat menjadi lima menit atau lebih, memberikan risiko lebih tinggi bagi masyarakat yang berada di wilayah rentan.

  4. Penyebaran Informasi Menurun: Jangkauan penyebaran informasi terkait gempa bumi dan tsunami diperkirakan berkurang hingga 70 persen, yang mengancam respons cepat terhadap bencana.

BMKG saat ini mengoperasikan hampir 600 alat sensor di seluruh Indonesia, tetapi banyak dari alat tersebut sudah mencapai akhir masa pakainya dan membutuhkan perawatan yang memadai. Jika perawatan tidak dapat dilakukan karena keterbatasan anggaran, risiko kegagalan sistem deteksi dini meningkat, yang menambah kekhawatiran terhadap mitigasi bencana di Indonesia, khususnya dalam konteks geografi yang rawan bencana seperti gempa bumi dan perubahan iklim.

Lebih lanjut, pemangkasan anggaran ini juga berdampak negatif terhadap penelitian jangka panjang mengenai perubahan iklim dan tektonik. Pada akhirnya, hal ini juga mengancam keselamatan sektor transportasi udara dan laut, serta melukai layanan BMKG dalam mendukung ketahanan pangan, energi, dan peringatan dini kawasan Samudera Hindia dan ASEAN.

Menghadapi tantangan ini, BMKG menegaskan pentingnya mitigasi bencana hidrometeorologi dan geologi sebagai bagian dari prioritas nasional. Mereka meminta dukungan serta pengertian dari masyarakat dan pemerintah untuk kelancaran operasional lembaga, yang vital demi keselamatan dan kesejahteraan publik. Dengan demikian, keandalan informasi dan kemampuan deteksi dini terhadap bencana yang mungkin terjadi dapat terjaga dengan baik. BMKG yakin bahwa dukungan yang tepat akan membantu membangun masyarakat yang lebih tangguh terhadap bencana di masa depan.

Exit mobile version