Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) tampil membela Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang belakangan dikaitkan dengan kasus hukum Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. PSI menganggap pernyataan politisi PDIP, Deddy Sitorus, yang mengisyaratkan keterlibatan Jokowi dalam kasus tersebut, adalah tuduhan yang tidak berdasar. Menurut PSI, langkah Deddy merupakan sikap dari seseorang yang tidak siap menerima kekalahan.
Juru Bicara DPP PSI, Beny Papa, menyatakan bahwa pernyataan Deddy adalah upaya untuk menarik simpati publik dengan cara-cara yang manipulatif. “Apa yang dilakukan Deddy Sitorus dan teman-teman PDIP adalah cara-cara murahan, mencoba memprovokasi untuk meraup simpati dengan menyebar hoaks,” tegas Beny kepada wartawan pada Jumat, 14 Maret 2025. Ia pun menambahkan bahwa pola komunikasi yang diambil oleh PDIP biasanya berasal dari orang-orang yang tidak siap kalah dan berujung pada kegagalan.
Beny juga menjelaskan bahwa kasus yang menimpa Hasto seharusnya dipandang murni sebagai masalah hukum yang berkaitan dengan persoalan suap-menyuap dan upaya menghalangi penyidikan. “Mengaitkan Pak Jokowi dalam persoalan ini salah alamat. Tidak ada andil dan kepentingan beliau di sana,” sambungnya. Ia menyarankan agar Hasto lebih fokus pada penyelesaian kasusnya dengan argumentasi yang kuat daripada menggunakan taktik politik yang dianggap tidak bertanggung jawab.
Pernyataan dari Deddy Sitorus yang menuding adanya permintaan dari pihak tidak dikenal untuk meminta Hasto mundur serta tidak memecat Jokowi sebagai kader PDIP memicu reaksi yang beragam di kalangan publik. Dalam keterangan yang dikeluarkannya, Deddy mengklaim bahwa pada 14 Desember 2024 lalu, pihaknya menerima informasi mengenai ancaman terhadap sembilan kader PDIP yang akan dijadikan target oleh aparat penegak hukum.
Kasus yang sedang menimpa Hasto terkait dugaan suap kepada anggota KPU, Wahyu Setiawan, mencuat ketika dia didakwa memberikan suap sebesar 57.350 dolar Singapura (sekitar Rp600 juta) untuk memuluskan pergantian antarwaktu anggota DPR, dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Hasto juga terlibat dalam menghalangi penyidikan dengan mengarahkan perusakan barang bukti.
Deddy Sitorus sebelumnya tak ragu untuk menyatakan keyakinannya bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK merupakan langkah kriminalisasi yang tidak adil, dan mencerminkan itikad tidak baik dalam proses hukum. Hal ini menjadi sorotan karena menyangkut integritas dan reputasi partai di mata publik, terutama saat situasi politik tengah memanas menjelang pemilu.
Di sisi lain, PSI terlihat berupaya mengalihkan fokus publik dari masalah hukum tersebut dengan menjawab serangan Deddy Sitorus. Beny Papa, menyatakan, “Hasto seharusnya lebih fokus untuk menyelesaikan kasus yang dihadapinya, bukan mencoba bergantung pada isu-isu politik yang menyesatkan.” Ia menekankan pentingnya menyampaikan informasi yang akurat guna meredakan situasi serta menghindari penyebaran hoaks dan kebohongan di kalangan masyarakat.
Kasus Hasto ini mencerminkan atmosfer politik yang kian intens di Indonesia, di mana setiap langkah dan pernyataan dari para politisi dapat membawa dampak besar terhadap citra partai dan pemerintah. Setiap pihak diharapkan dapat tetap pada jalur hukum dan etika, serta menjaga dinamika politik yang sehat demi kepentingan bersama. Pertarungan di ranah hukum ini juga membuat kita menyaksikan bagaimana politik dapat membentuk persepsi publik dan pengaruhnya terhadap kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin bangsa.