Asosiasi Otomotif Jepang memperingatkan tentang dampak serius dari tarif impor yang akan diterapkan oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada 2 April 2025. Tarif tersebut berpotensi memaksa produsen dan pemasok mobil untuk melakukan penyesuaian signifikan terhadap jadwal produksi mereka, yang dapat mempengaruhi industri otomotif secara keseluruhan.
Masanori Katayama, Ketua Asosiasi Produsen Mobil Jepang (JAMA) sekaligus produsen truk Isuzu Motors, menjelaskan bahwa meskipun tarif impor adalah hal yang umum dalam perdagangan, waktu penerapannya kali ini sangat tidak tepat. Dalam konferensi pers yang diadakan pada 19 Maret 2026, Katayama menegaskan pentingnya kolaborasi antara sektor publik dan swasta untuk menghadapi dampak dari kebijakan ini. “Kami ingin mulai mendiskusikan apa yang dapat dilakukan oleh sektor publik dan swasta untuk menghadapi situasi ini sebagai hal terbaik berikutnya,” ucapnya.
Asosiasi mobil Jepang telah melobi pemerintah untuk mempertimbangkan ancaman yang ditimbulkan oleh tarif yang dicanangkan oleh mantan Presiden Donald Trump. Mereka meminta kepada Menteri Perdagangan Jepang, Yoji Muto, untuk mendorong Amerika Serikat agar tidak menerapkan bea masuk pada produk-produk Jepang. Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil yang diharapkan, karena Muto tidak berhasil mendapatkan kepastian akan pembebasan dari tarif tersebut.
Keputusan AS untuk menaikkan bea impor baja dan aluminium menjadi 25 persen telah diberlakukan, tanpa adanya pengecualian. Sementara itu, tarif kendaraan dan suku cadang mobil diperkirakan dapat mulai berlaku segera pada April mendatang. Kondisi ini semakin kritis karena pasar AS merupakan salah satu pasar utama bagi penjualan kendaraan merek Jepang, termasuk Toyota, Honda, dan Nissan. Ketiga produsen ini memproduksi beberapa model yang paling populer, baik di AS maupun di pasar negara tetangga seperti Kanada dan Meksiko. Selain itu, merek-merek lebih kecil seperti Subaru dan Mazda juga terancam akan nasib serupa.
Katayama menambahkan, setiap penyesuaian yang dilakukan oleh produsen terhadap jadwal produksi akibat tarif ini kemungkinan akan bervariasi antara perusahaan dan jenis produk. Produsen dan pemasok mobil Jepang harus mencari cara untuk beradaptasi dengan potensi tarif baru dari AS.
Sebagai contoh respons perusahaan, Honda baru-baru ini memutuskan untuk memproduksi generasi berikutnya dari model Civic hybrid di negara bagian Indiana, AS, alih-alih di Meksiko. Tindakan ini diambil untuk menghindari kemungkinan penerapan tarif dari AS yang dapat menyerang cost effectiveness mereka.
Adapun dalam konteks yang lebih luas, penyesuaian jadwal produksi dan lokasi pabrik menjadi krusial bagi produsen otomotif Jepang. Mereka perlu mempertimbangkan faktor-faktor seperti biaya produksi, logistik, dan juga dampak terhadap rantai pasok internasional. Dengan adanya tarif impor ini, perusahaan-perusahaan otomotif di Jepang harus dapat menghitung secara cermat bagaimana mereka dapat menjaga profitabilitas sekaligus memenuhi permintaan pasar.
Kekhawatiran akan tarif yang lebih tinggi memicu protes dari berbagai kalangan di industri otomotif, yang khawatir bahwa hal ini bisa memicu kenaikan harga kendaraan dan berpotensi memangkas lapangan pekerjaan. Selain itu, jika situasi ini tidak ditangani dengan baik, dapat berujung pada ketidakstabilan dalam industri otomotif global, yang saat ini tengah berusaha pulih dari dampak pandemi COVID-19.
Dengan berbagai tantangan ini, pelaku industri otomotif Jepang diharapkan terus berinovasi dan beradaptasi agar dapat bertahan dan bersaing di pasar yang kian ketat. Perkembangan tarif impor ke depan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah AS dan dinamika hubungan perdagangan internasional yang terus berubah.