Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memperkirakan bahwa penyaluran pinjaman online (pinjol) menjelang Lebaran 2025 akan tumbuh 10% dibandingkan dengan pembiayaan pada periode Lebaran 2024. Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, menyatakan bahwa hal ini didasarkan pada tren historis dan pola permintaan pinjaman yang meningkat setiap menjelang Lebaran.
“Prediksi kami akan ada kenaikan dibandingkan dengan 2024, kemungkinan akan naik di angka 10%,” ungkap Entjik kepada media, menjelaskan bahwa permintaan pinjaman memang cenderung meningkat pada periode ini meski tanpa adanya stimulus dari industri, seperti promo menarik.
Pada Lebaran 2024, yang jatuh pada bulan April, outstanding pembiayaan P2P lending telah mencatatkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 24,16% year on year (YoY), mencapai angka Rp62,74 triliun. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan 21,85% YoY yang terdokumentasi pada Maret 2024. Angka ini mencerminkan minat masyarakat untuk memanfaatkan layanan keuangan berbasis teknologi menjelang perayaan besar.
Namun, meningkatnya permintaan pinjaman ini tidak lepas dari potensi risiko. Entjik mencatat bahwa lonjakan permintaan sering kali beriringan dengan meningkatnya risiko kredit macet, seperti TWP90. “Efek negatifnya akan berakibat setelah Lebaran di mana secara otomatis juga pembayaran tunggakan meningkat,” katanya. Untuk mengatasi tantangan ini, AFPI berkomitmen untuk melakukan pengetatan dalam penilaian kelayakan pinjaman dan memastikan prosesnya menjadi lebih selektif dan prudent.
Dari sisi kualitas pinjaman, data menunjukkan bahwa kredit bermasalah, atau TWP90, pada industri P2P lending meningkat dari 2,79% ke 2,91% dari periode April ke Mei 2024. Meskipun demikian, angka tersebut berangsur-angsur menurun setelah masa puncak Lebaran berakhir. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan risiko tetap menjadi fokus utama bagi lembaga penyedia pinjaman dalam menjaga kesehatan portofolio mereka.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memprediksi bahwa tidak hanya pinjaman P2P lending, tetapi produk pinjaman lainnya seperti buy now pay later (BNPL) juga akan mengalami pertumbuhan menjelang Lebaran 2025. OJK mencatat pada periode yang sama di tahun sebelumnya, pembiayaan BNPL meningkat sebesar 31,45% YoY. Meski pertumbuhan ini menggembirakan, OJK berharap agar peningkatan tersebut dapat dikendalikan untuk menghindari lonjakan non-performing financing (NPF) di masa mendatang.
“Namun diharapkan peningkatan ini tetap terkendali agar tidak menimbulkan lonjakan NPF pada masa mendatang,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan OJK, Agusman, dalam sebuah pernyataan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat prediksi pertumbuhan positif dalam penyaluran pinjaman online menjelang Lebaran 2025, tantangan risiko kredit macet tetap harus diperhatikan oleh industri. Keberhasilan dalam menjaga kualitas pinjaman dan pengelolaan risiko akan sangat menentukan keberlanjutan pertumbuhan sektor pinjaman online di Indonesia.
AFPI, sebagai organisasi yang mewakili pelaku industri fintech di tanah air, berupaya untuk mengevening potensi risiko ini dengan meningkatkan saringan dan penilaian dalam memberikan pinjaman. Seiring dengan peningkatan pemahaman masyarakat akan produk pinjaman berbasis teknologi, industri diharapkan dapat beradaptasi dan terus berinovasi dalam memberikan layanan terbaik bagi para nasabah, terutama di waktu-waktu strategis seperti menjelang Lebaran.