
Donald Trump kembali mengambil langkah kontroversial dengan melanjutkan pengiriman senjata ke Ukraina setelah adanya proposal gencatan senjata selama 30 hari yang diusulkan oleh Amerika Serikat. Keputusan ini diumumkan oleh Gedung Putih pada Rabu, menyusul perkembangan terbaru dalam pembicaraan antara delegasi AS dan Ukraina di Arab Saudi, di mana kesepakatan untuk melanjutkan bantuan militer disepakati.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, James Hewitt, mengonfirmasi kepada Anadolu bahwa pengiriman bantuan militer tersebut telah dilanjutkan. Bantuan ini mencakup peluru artileri, senjata anti-tank, dan sistem roket artileri mobilitas tinggi (HIMARS). Menariknya, meskipun pengiriman ini dilanjutkan, sebelumnya terdapat ketegangan antara Trump, Wakil Presiden JD Vance, dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy. Dalam pertemuan yang berlangsung di Ruang Oval pada akhir Februari, Trump dan Vance menegur Zelenskyy karena tidak menunjukkan penghargaan yang cukup terhadap bantuan yang telah diberikan oleh AS.
Kunjungan Zelenskyy ke Gedung Putih untuk membahas lebih lanjut kerjasama tersebut terpaksa dibatalkan akibat perselisihan publik tersebut, yang jarang terjadi dalam diplomasi internasional. Meskipun demikian, negosiasi terkait pengembangan deposit mineral penting Ukraina tetap berlangsung, menunjukkan bahwa kedua belah pihak tetap berupaya untuk menemukan titik temu meski dalam kondisi yang tegang.
Di tengah situasi yang tidak pasti ini, Utusan Khusus Trump, Steve Witkoff, menegaskan bahwa AS tidak pernah sepenuhnya menghentikan aliran intelijen untuk mendukung pertahanan Ukraina. Ia menyatakan bahwa meski ada ketegangan, dukungan dari pihak Amerika terhadap Ukraina tetap berlanjut.
Pengiriman senjata ini kembali diaktifkan setelah pertemuan bilateral antara delegasi AS dan Ukraina di Arab Saudi, yang menarik perhatian. Beberapa persenjataan yang sudah disiapkan sebelum gencatan senjata ternyata berada di Polandia, dekat perbatasan Ukraina, saat Trump memerintahkan penghentian bantuan militer. Menteri Pertahanan Polandia, Pawe Zalewski, melaporkan bahwa pengiriman senjata dari Polandia yang disimpan di kawasan Rzeszow telah dimulai kembali.
Informasi lebih lanjut menunjukkan bahwa kontraktor yang membantu pasukan Ukraina dalam melatih dan memelihara peralatan yang dipasok oleh AS juga telah kembali melanjutkan operasi mereka. Namun, masih belum jelas apakah mereka tinggal di Ukraina selama jeda bantuan militer tersebut berlangsung.
Dalam konteks kebijakan luar negeri, keputusan Trump untuk melanjutkan pengiriman senjata ke Ukraina pasca-gencatan senjata mungkin menunjukkan perubahan paradigma terhadap strategi militer AS di Eropa. Konsekuensi dari keputusan ini masih perlu dicermati, terutama dalam aspek hubungan diplomatik dengan Rusia dan dampaknya terhadap stabilitas regional.
Gencatan senjata yang diusulkan oleh AS menimbulkan pertanyaan besar mengenai efektivitasnya dalam menciptakan perdamaian jangka panjang di Ukraina. Pengiriman senjata yang kembali dilanjutkan setelah proposal tersebut dapat diinterpretasikan sebagai sinyal bahwa AS tidak akan mundur dari perannya sebagai penyokong utama Ukraina dalam menghadapi ancaman eksternal, meskipun dalam konteks yang kompleks.
Dengan latar belakang ini, banyak pengamat internasional akan memantau dengan seksama langkah selanjutnya dari pemerintahan Trump dan bagaimana dinamika ini dapat memengaruhi situasi di lapangan. Terlepas dari gencatan senjata yang diusulkan, respons dari Rusia dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam konflik ini akan menjadi faktor kunci dalam menentukan arah masa depan Ukraina.