Paulus Tannos Tegaskan Tak Akan Kembali ke Kekuasaan Indonesia

Paulus Tannos, pengusaha yang terlibat dalam kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik di Indonesia, menegaskan ketidakbersediaannya untuk kembali ke kekuasaan Indonesia saat menghadiri sidang di pengadilan Singapura melalui tautan video. Dalam sidang yang berlangsung pada awal pekan ini, Tannos muncul dengan penampilan yang terkesan lemah dan kurus, mengenakan kemeja putih.

Pada Kamis, 13 Maret 2025, pengacara Tannos mengajukan permohonan jaminan kepada pengadilan. Permohonan tersebut disertai dengan dokumen yang merincikan kondisi medis kliennya. Terungkap bahwa Tannos telah mengalami beberapa masalah kesehatan, termasuk keluhan nyeri dada yang membuatnya perlu dirawat di Rumah Sakit Umum Changi. Namun, pihak berwenang Singapura menginformasikan bahwa mereka memerlukan waktu empat sampai lima minggu untuk menyiapkan laporan medis lengkap terkait kondisi kesehatan Tannos.

Ketika ditanya oleh hakim pengadilan apakah ia ingin menyerahkan diri ke Indonesia, Tannos dengan tegas menjawab, “Saya tidak ingin kembali ke Indonesia, Yang Mulia.” Pernyataan ini menunjukkan ketidakberdayaannya dalam menghadapi ancaman hukuman di negara asalnya. Terhadap pengadilan, ia kemudian mengganti menggunakan penerjemah dan mengulangi ketidakbersediaannya untuk kembali ke Indonesia.

Proses hukum terhadap Tannos di Singapura terus berlanjut. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 19 Maret 2025, di mana pihak jaksa Singapura diharapkan untuk menjawab permohonan jaminan yang diajukan oleh tim kuasa hukumnya. Selama proses tersebut, Tannos akan tetap menjalani masa tahanan di Singapura. Menteri Hukum Singapura, K Shanmugam, menjelaskan prosedur ekstradisi yang mungkin dihadapi Tannos, yang dapat selesai dalam waktu enam bulan jika tidak ada keberatan. Namun, jika terjadi keberatan pada setiap tahap proses, bisa saja memakan waktu hingga dua tahun.

Paulus Tannos, yang menurut laporan, diduga menyebabkan kerugian negara hingga sekitar Rp 2,3 triliun melalui skandal KTP elektronik, bukanlah individu yang baru di dunia hukum Indonesia. Ia diketahui sebagai mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terjerat kasus korupsi besar. Sejak 2017, Tannos telah menetap di Singapura dan memiliki status sebagai penduduk tetap serta memegang paspor diplomatik dari Guinea-Bissau, negara kecil yang terletak di Afrika Barat.

Kasus Tannos menjadi sorotan karena melibatkan tokoh-tokoh penting dan sejumlah pengurus negara dalam skandal korupsi yang lebih luas. Banyak pihak berharap keterlibatannya dalam proses hukum ini akan membawa keadilan bagi kerugian yang diakibatkan oleh praktik korupsi tersebut. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengajukan permohonan ekstradisi resmi kepada pihak Singapura, yang diterima dengan dokumen pendukung pada 24 Februari 2025.

Meskipun Tannos menolak untuk kembali ke Indonesia, banyak yang percaya bahwa proses hukum yang berlangsung di Singapura akan menjadi penentu bagi nasibnya di masa mendatang. Ketidakpastian hukum yang menyelimuti dirinya menciptakan spekulasi mengenai langkah-langkah yang mungkin diambil oleh pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan perkara ini dengan adil. Media dan masyarakat luas akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dengan harapan akan adanya transparansi dan penyelesaian yang berkeadilan.

Berita Terkait

Back to top button