TikTok PHK Ratusan Karyawan Asia-Eropa, Nasib Tak Menentu di AS

TikTok, platform media sosial yang terkenal dengan fitur video pendek, telah mengambil langkah drastis dengan memutuskan hubungan kerja (PHK) terhadap ratusan karyawan di unit Trust & Safety yang bertanggung jawab atas moderasi konten. Kebijakan yang mulai diterapkan pada 20 Februari 2025 ini mencakup tim yang beroperasi di kawasan Asia, Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Keputusan ini tampaknya merupakan bagian dari strategi besar perusahaan untuk beralih menuju moderasi berbasis kecerdasan buatan (AI) dalam rangka meningkatkan efisiensi operasional.

Menurut laporan yang dirilis oleh Reuters, Adam Presser, kepala operasi aplikasi TikTok, menginformasikan staf tentang restrukturisasi melalui sebuah memo. Pemecatan ini memengaruhi banyak karyawan, termasuk manajer produk trust and safety, Eric Tan, yang mengungkapkan bahwa ia terkejut mengetahui keputusan tersebut. Dalam sebuah unggahan di LinkedIn, Tan menyatakan, “Saya terbangun oleh kabar mengejutkan ini,” menggarisbawahi dampak emosional yang dirasakan oleh karyawan yang kehilangan pekerjaan.

Proses PHK ini bukan pertama kalinya bagi TikTok. Sebelumnya, pada Oktober 2024, perusahaan telah memecat lebih dari 700 pekerja dari unit operasionalnya di Malaysia sebagai bagian dari rencana yang lebih besar untuk memanfaatkan AI dalam pengelolaan konten. Sumber anonim yang memahami situasi menjelaskan bahwa keputusan tersebut telah dipertimbangkan dengan matang selama berbulan-bulan, dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bisnis yang semakin berkembang.

Sementara itu, di Amerika Serikat, nasib TikTok tampak tidak menentu. Pemerintah AS sebelumnya berusaha melarang aplikasi ini dengan alasan keamanan nasional, memicu ketidakpastian yang berkepanjangan mengenai keberlangsungan TikTok di pasar besar tersebut. Perdana Menteri China pun berupaya mengevaluasi kemungkinan akuisisi bisnis TikTok di AS jika perusahaan tidak berhasil menghindar dari larangan yang sedang dipertimbangkan. Sejumlah pejabat, termasuk Elon Musk, pernah menyatakan ketidaktertarikan mereka untuk mengakuisisi TikTok, meskipun perbincangan tentang calon pembeli terus berlanjut.

Kondisi ini membuat banyak pihak bertanya-tanya mengenai bagaimana TikTok akan mengelola transisi ke moderasi berbasis AI tanpa melibatkan banyak karyawan seperti sebelumnya. Penerapan teknologi AI diharapkan dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan dalam moderasi konten, yang diharapkan dapat menurunkan biaya operasional di masa depan.

Dalam konteks ini, TikTok bukanlah satu-satunya perusahaan yang beradaptasi dengan teknologi baru. Banyak startup dan perusahaan besar lainnya juga melakukan hal yang sama, berusaha untuk memanfaatkan AI guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas bisnis mereka. Namun, pergeseran ini sering kali mengakibatkan pengurangan tenaga kerja, menciptakan dilema di kalangan karyawan dan masyarakat luas.

Dengan pengumuman pemutusan hubungan kerja ini, banyak karyawan TikTok yang merasa tidak pasti tentang masa depan mereka, terlebih lagi di tengah sorotan media yang terus mengawasi setiap langkah perusahaan. Karyawan yang sebelumnya merasa aman di tempat kerja kini dihadapkan pada situasi sulit, di mana restrukturisasi dan penggunaan AI mengubah cara operasi perusahaan secara signifikan.

Secara keseluruhan, langkah TikTok untuk mengurangi jumlah karyawan di berbagai kawasan ini mencerminkan perubahan besar yang sedang terjadi dalam industri teknologi, di mana adopsi AI menjadi kunci untuk bertahan di tengah persaingan yang semakin ketat. Ke depan, tantangan bagi TikTok akan terletak pada kemampuan mereka untuk menyeimbangkan efisiensi operasional dengan tanggung jawab sosial terhadap para karyawan yang terdampak, serta memastikan bahwa keberadaan mereka tetap relevan dan berkelanjutan di pasar global yang semakin dinamis.

Exit mobile version