Teori dan Praktik: Regulasi Ilmiah Tekan Angka Perokok

Pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah lebih tegas dalam mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh kebiasaan merokok. Dengan angka kematian yang mencapai 300.000 jiwa per tahun akibat rokok, dibutuhkan regulasi yang berbasis penelitian untuk menekan angka perokok di Tanah Air. Hal ini disampaikan oleh Dokter Ahli Fisiologi dari Universitas Padjajaran, Ronny Lesmana, dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Dalam forum tersebut, Ronny menekankan pentingnya data dari hasil penelitian sebagai acuan untuk merumuskan kebijakan yang efektif. “Data dari penelitian menjadi komparasi yang baik sebagai dasar bagaimana memutuskan suatu regulasi. Regulasi ini mau dibuat seperti apa,” katanya. Dengan pendekatan yang tepat, pemerintah diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang tidak hanya membatasi konsumsi rokok, tetapi juga mendorong perokok untuk beralih ke alternatif yang lebih rendah risikonya.

Salah satu alternatif yang diusulkan adalah metode Pengurangan Risiko Tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR), yang bisa membantu perokok untuk berhenti merokok. Namun, Ronny menggarisbawahi bahwa selama ini penelitian yang ada cenderung menitikberatkan pada tembakau sebagai komoditas, sementara sisi kesehatan dari produk alternatif rendah risiko masih minim diteliti.

Dari penelitian yang dirilis dalam riset “Lives Saved Report” pada November 2024, ditemukan bahwa penerapan kebijakan THR berpotensi menyelamatkan hingga 4,6 juta nyawa di Indonesia hingga tahun 2060. Ini menunjukkan kesempatan besar bagi pemerintah untuk memanfaatkan penelitian sebagai landasan solid dalam menentukan arah kebijakan.

Selain itu, akademisi dari Universitas Kristen Maranatha, Wahyu Widowati, menekankan bahwa dukungan dari pemerintah dalam riset mengenai pemanfaatan produk alternatif sangat krusial. “Dukungan pemerintah akan bersama-sama membangun data yang kuat dan bisa menjadi pertimbangan dalam pengambilan perumusan kebijakan,” jelas Wahyu.

Proses perumusan regulasi yang berbasis penelitian ini tentunya membutuhkan kolaborasi antara para peneliti, akademisi, dan pihak berwenang agar regulasi yang dihasilkan benar-benar dapat diimplementasikan secara efektif. Untuk itu, pemerintah diharapkan dapat mengalokasikan anggaran yang memadai untuk riset kesehatan dan pengelolaan tembakau, sehingga kebijakan yang diambil dapat mempertimbangkan semua aspek, terutama kesehatan masyarakat.

Pentingnya fakta dan data dalam proses pengambilan keputusan tidak bisa dikesampingkan. Regulasi berdasarkan penelitian akan membantu pemerintah memahami lebih mendalam mengenai perilaku perokok serta faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan mereka. Dengan pendekatan yang lebih ilmiah dan objektif, diharapkan angka perokok di Indonesia bisa ditekan secara signifikan.

Saat ini, beberapa negara telah menunjukkan hasil positif dari penerapan THR. Negara-negara seperti Swedia, Inggris, Amerika Serikat, dan Jepang telah mengadopsi produk alternatif yang mendukung upaya berhenti merokok. Kesuksesan ini bisa menjadi model bagi Indonesia dalam menyusun strategi serupa.

Di tengah tantangan yang ada, komitmen pemerintah untuk mendukung penelitian dan memperkuat regulasi berbasis data sangat penting. Ini tidak hanya akan membantu menurunkan angka perokok, tetapi sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Upaya kolaboratif antara pemerintah, peneliti, dan akademisi diharapkan dapat memperkuat landasan dalam pengambilan kebijakan yang berdampak positif bagi masyarakat, mengarah pada Indonesia yang lebih sehat dan bebas dari dampak buruk rokok.

Exit mobile version