Riset terbaru dari Lazada yang dilakukan bekerja sama dengan Kantar menunjukkan bahwa 50% pedagang e-commerce di Indonesia belum mengoptimalkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dalam operasi mereka. Temuan ini memfokuskan perhatian pada potensi yang belum tergali dalam ekosistem e-commerce nasional, di mana sebanyak 21% pedagang masih bergantung pada proses manual.
Menurut riset yang dilansir oleh Lazada, pedagang e-commerce di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan kemampuan mereka dalam memanfaatkan teknologi AI: AI Adepts, AI Aspirants, dan AI Agnostics.
- AI Adepts: Kategori ini mencakup pedagang yang telah mengintegrasikan AI ke dalam lebih dari 80% operasional mereka.
- AI Aspirants: Dalam kategori ini, pedagang sudah mulai mengimplementasikan AI tetapi masih terdapat kesenjangan dalam lebih banyak fungsi bisnis utama.
- AI Agnostics: Ini adalah kelompok yang sebagian besar masih mengandalkan proses manual dalam kegiatan bisnis sehari-hari mereka.
Data menunjukkan bahwa meskipun 52% pedagang mengklaim telah menerapkan AI, hanya 42% yang benar-benar menggunakan teknologi ini dalam praktiknya. Hal ini menyoroti adanya jurang antara pemahaman dan implementasi yang nyata dari teknologi canggih ini di kalangan pelaku e-commerce.
CEO Lazada Group, James Dong, dalam siaran persnya pada Kamis (10/4/2025), menyatakan, “Temuan kami mengungkap fenomena kesenjangan dalam ekosistem e-commerce di Asia Tenggara. Meskipun sebagian besar penjual memahami potensi transformatif dari AI, banyak yang masih berusaha untuk bertransisi menuju tahap implementasi.” Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat kesadaran akan manfaat AI, tantangan dalam penerapan tetap menjadi hambatan utama bagi banyak pedagang.
Dari segi angka, Indonesia dan Vietnam kini memimpin dengan tingkat adopsi AI di berbagai fungsi bisnis sebesar 42%, sementara Singapura dan Thailand berada sedikit di belakang dengan 39%. Ini menunjukkan posisi strategis Indonesia dalam konteks adopsi AI di wilayah Asia Tenggara. Namun, tingkat adopsi yang rendah di beberapa fungsi bisnis, seperti operasional dan logistik, menjadi perhatian serius bagi masa depan pertumbuhan sektor e-commerce.
Dalam laporan tersebut, Lazada menekankan bahwa untuk tetap mempertahankan posisi ini, dukungan terhadap fungsi bisnis yang memiliki adopsi AI rendah harus ditingkatkan. Salah satu langkah yang disarankan adalah memberikan pelatihan yang lebih efektif kepada pedagang, membantu mereka memahami dan menerapkan teknologi AI itu sendiri. Dengan demikian, lebih banyak pedagang dapat beralih dari status ‘Agnostics’ ke ‘Aspirants’ atau bahkan ‘Adepts’.
Perlunya optimalisasi AI ini juga berkaitan langsung dengan peningkatan efisiensi operasional, peningkatan pengalaman pelanggan, dan akses ke analitik yang lebih kaya, yang pada akhirnya bisa meningkatkan daya saing mereka di pasar yang semakin kompetitif.
Kondisi ini menciptakan kebutuhan mendesak untuk mempercepat transformasi digital di kalangan pelaku e-commerce, agar Indonesia dapat memastikan posisinya sebagai salah satu pemimpin dalam adopsi dan penerapan AI di kawasan Asia Tenggara. Para pemangku kepentingan di sektor ini, termasuk pemerintah dan perusahaan teknologi, diharapkan berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi inovasi dan implementasi teknologi AI di pasar e-commerce nasional.