Cisco, perusahaan teknologi multinasional, baru saja merilis laporan "2025 Cybersecurity Readiness Index" yang mengungkapkan fakta mengejutkan: 86% perusahaan di seluruh dunia telah mengalami insiden keamanan siber yang terkait dengan kecerdasan buatan (AI) dalam 12 bulan terakhir. Temuan ini menunjukkan adanya kesenjangan signifikan antara adopsi teknologi AI yang masif dan kemampuan perusahaan dalam menangkal serangan siber yang semakin kompleks.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa penggunaan AI dalam berbagai aspek operasional perusahaan telah menciptakan tantangan keamanan baru. Jeetu Patel, Executive Vice President dan Chief Product Officer Cisco, menyatakan bahwa lanskap ancaman saat ini sangat dinamis. Para penyerang semakin pintar dalam memanfaatkan AI untuk melakukan serangan dan eksploitasi yang canggih. "Tim operasional keamanan yang kekurangan staf dan para pemimpin TI memerlukan kekuatan AI mereka sendiri untuk menangkal serangan ini," tambah Patel.
Dalam menghadapi situasi ini, Cisco menekankan komitmennya untuk tidak hanya mengamankan AI, tetapi juga memanfaatkan AI itu sendiri dalam upaya perlindungan. Di antara langkah-langkah yang diambil, Cisco meluncurkan sejumlah inovasi dalam keamanannya, termasuk peningkatan signifikan pada perangkat deteksi dan respons ancaman mereka, Cisco XDR (Extended Detection and Response). Integrasi dengan Splunk Security menambah daya tanggapnya dalam menghadapi ancaman.
Fakta yang mengejutkan bahwa tim keamanan sering kali kewalahan oleh ribuan peringatan ancaman harian membuat pentingnya inovasi ini semakin jelas. Cisco XDR mengatasi tantangan tersebut dengan mengkonsolidasikan data dari berbagai sumber, seperti jaringan, endpoint, cloud, dan email. Dengan menggunakan agen AI, Cisco XDR berhasil memprioritaskan peringatan yang paling relevan bagi organisasi.
Salah satu fitur baru yang diluncurkan adalah "Instant Attack Verification," yang memungkinkan integrasi data dari berbagai platform. Penggabungan informasi dari sumber seperti intelijen ancaman, endpoint, dan jaringan memungkinkan tim keamanan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan cepat dalam menghadapi ancaman.
Patel menyebutkan bahwa laporan ini harus dianggap sebagai peringatan penting bagi perusahaan-perusahaan di seluruh dunia untuk segera memperkuat postur keamanan mereka, terutama untuk menghadapi ancaman yang semakin canggih yang memanfaatkan AI. "Inovasi dan kemitraan yang kami umumkan diharapkan dapat membantu organisasi mengatasi kompleksitas keamanan di era AI," tegasnya.
Laporan dari Cisco menemukan bahwa ancaman yang dihadapi oleh perusahaan sangat bervariasi, mulai dari serangan phishing hingga eksfiltrasi data. Dalam survei yang dilakukan, banyak perusahaan melaporkan bahwa mereka merasa tidak siap menghadapi jenis-jenis serangan yang lebih canggih.
Untuk menangani masalah ini, perusahaan disarankan untuk melakukan beberapa langkah konkretnya, termasuk:
- Peningkatan Investasi dalam Keamanan Siber: Perusahaan perlu mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk teknologi keamanan yang mumpuni.
- Pendidikan dan Pelatihan: Karyawan harus dilatih untuk mengenali dan menangani potensi ancaman.
- Penggunaan Teknologi AI: Mengintegrasikan solusi berbasis AI dalam sistem keamanan untuk deteksi dan respons yang lebih cepat.
Dengan pengenalan teknologi baru dan peningkatan dalam praktik keamanan, perusahaan diharapkan dapat lebih efektif dalam melindungi diri mereka dari serangan siber yang terus berubah. Saat keamanan siber beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi tantangan baru dari AI, perusahaan harus berkomitmen untuk selalu berinovasi dan memperkuat sistem pertahanan mereka.