PSSI mengkonfirmasi keputusan batalnya Indonesia menjadi tuan rumah ASEAN Women’s Championship 2025, yang sedianya dijadwalkan berlangsung pada 6 hingga 19 Agustus 2025. Keputusan ini diambil setelah upaya dari PSSI untuk mempertahankan hak penyelenggaraan tersebut ditolak oleh Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF).
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, dalam keterangannya menyatakan bahwa penyebab utama pembatalan tersebut adalah bentroknya jadwal dengan turnamen lainnya. Pada bulan Agustus 2025, Indonesia juga akan menghadapi jadwal penyelenggaraan AFF U-16 Chairmen’s Cup. PSSI sebelumnya telah mengajukan perubahan waktu pelaksanaan turnamen, meminta agar ASEAN Women’s Championship digelar pada bulan Mei. Namun, AFF tetap pada keputusannya, mengakibatkan Indonesia akhirnya menerima situasi dengan legawa.
“PSSI tidak ingin ada bentroknya jadwal turnamen yang bisa berdampak pada persiapan tim,” ungkap Arya. Ia menambahkan, berbagai agenda yang akan berlangsung pada bulan Agustus 2025 menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan ini. “Kami mau jika dijadwalkan pada bulan Mei, karena banyak agenda kami yang tabrakan. Namun, karena AFF tidak mau, kami harus menerima keputusan tersebut,” kata Arya.
Sebagai langkah lanjutan, Vietnam dipilih untuk menggantikan Indonesia sebagai tuan rumah ASEAN Women’s Championship 2025. Pesta sepak bola perempuan di kawasan ASEAN ini akan diadakan di Kota Haiphong, Vietnam. Dalam turnamen ini, sebanyak delapan tim akan bersaing, termasuk Indonesia, Australia, Kamboja, Filipina, Singapura, Thailand, dan tuan rumah Vietnam.
PSSI menyatakan bahwa meskipun harus melepas hak penyelenggaraan, mereka tetap berkomitmen untuk mengembangkan sepak bola perempuan di Indonesia. “Kami berharap ke depannya akan ada lebih banyak kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah berbagai ajang internasional lainnya,” ujar Arya. Harapan ini wajar, mengingat potensi besar yang dimiliki sepak bola perempuan Indonesia dan dukungan yang terus diberikan oleh berbagai pihak.
Sementara itu, banyak pihak menganggap pembatalan ini sebagai kerugian bagi perkembangan sepak bola perempuan di Indonesia. Pasalnya, ajang seperti ini menjadi platform penting untuk meningkatkan kualitas tim nasional dan mempromosikan olahraga perempuan di Indonesia. Dengan penyelenggaraan turnamen di negara lain, kesempatan bagi para pemain untuk tampil dan bersaing di level internasional akan berkurang.
Dalam konteks ini, PSSI diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang ada untuk mempersiapkan tim nasional putri agar lebih kompetitif di ajang internasional mendatang. Peningkatan program latihan dan kompetisi lokal menjadi langkah penting yang perlu diambil agar prestasi tim nasional perempuan dapat bersaing lebih baik di ajang yang lebih besar di kemudian hari.
Dengan keputusan ini, harapan terkait pembenahan dan pengembangan sepak bola perempuan di Indonesia masih bisa diupayakan melalui berbagai inisiatif dan program kerja yang lebih masif. Diperlukan kolaborasi antar instansi, sponsor, dan organisasi yang bergerak di bidang olahraga untuk menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan bagi pertumbuhan sepak bola barang di tanah air. Seiring dengan waktu, semoga Indonesia akan kembali memiliki kesempatan untuk menggelar event-event internasional di bidang sepak bola perempuan, dan semakin membawa nama baik bangsa di kancah sepak bola dunia.