Sains

Perkembangan AI di Indonesia: Tantangan Teknologi dan Regulasi

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) di Indonesia menghadapi dua tantangan utama: teknologi dan regulasi. Meskipun kesadaran masyarakat mengenai AI cukup tinggi, masih terdapat kekurangan dalam pemahaman teknologi ini. Direktur Riset Katadata Insight Center (KIC) Gundy Cahyadi mengungkapkan bahwa mayoritas masyarakat menunjukkan optimisme terhadap masa depan AI, meskipun banyak yang belum sepenuhnya memahami konsep dan aplikasinya.

Dalam studi bertajuk “Kedaulatan AI untuk Memberdayakan Indonesia,” Gundy menjelaskan bahwa meski Indonesia terlambat dalam pengembangan AI jika dibandingkan dengan negara lain, hal ini sebenarnya menawarkan peluang strategis. “Keterlambatan ini dapat menjadi peluang strategis karena Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara lain untuk menerapkan strategi dan regulasi yang lebih terarah,” katanya dalam siaran pers yang dirilis pada 6 Februari 2025.

Dengan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, AI berpotensi menjadi kekuatan transformasi yang inklusif dan berkelanjutan bagi masa depan. Gundy menekankan bahwa Indonesia memiliki beberapa keuntungan untuk memanfaatkan AI, diantaranya:

1. Populasi usia produktif yang cakap digital.
2. Lanskap digital yang dinamis.
3. Posisi ekonomi yang kuat di Asia Tenggara.

“Dari itu semua, penting bagi ekosistem digital Indonesia untuk ikut berkontribusi dalam perkembangan AI dunia,” ujarnya. Gundy juga menyampaikan bahwa Indonesia harus segera membangun dan mengembangkan teknologi AI secara mandiri agar dapat memberikan dampak signifikan bagi pembangunan nasional serta mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memperkuat industri digital.

Saat ini, perkembangan AI di dunia, termasuk Indonesia, sedang bergerak dengan cepat. Tahun 2023 dapat dianggap sebagai tahun bersejarah untuk AI, terutama dengan munculnya aplikasi-aplikasi generatif seperti ChatGPT yang memberikan akses AI yang luas kepada masyarakat. Aplikasi ini memudahkan masyarakat untuk mengintegrasikan AI ke dalam kehidupan sehari-hari, sehingga potensi penggunaan AI semakin meningkat.

AI diharapkan menjadi pendorong utama dalam transformasi digital, yang akan berdampak pada peningkatan efisiensi, produktivitas, dan inovasi. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, tantangan dalam hal regulasi dan penyediaan teknologi yang terjangkau masih perlu diatasi. Hal ini tentunya memerlukan dukungan kebijakan yang lebih baik dari pemerintah serta komitmen dari pelaku industri untuk berinvestasi dalam pengembangan AI.

Laporan dari KIC merekomendasikan agar Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi AI, tetapi juga mulai mengembangkan teknologi tersebut secara mandiri. Kemandirian teknologis menjadi kunci untuk menciptakan infrastruktur digital yang mendukung proses inovasi dan pengembangan industri berbasis AI.

Dengan pertumbuhan pesat dalam bidang teknologi AI, pemerintah Indonesia dan inisiatif swasta perlu segera merancang regulasi yang tepat dan memberikan dukungan kepada start-up dan pelaku industri yang bergerak di bidang ini. Ini termasuk penyediaan pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang AI, sehingga mereka dapat memanfaatkannya secara optimal.

Di saat yang sama, masyarakat juga diharapkan berpartisipasi aktif, tidak hanya untuk memahami teknologi, tetapi juga untuk menyuarakan kebutuhan dan harapan mereka terhadap kebijakan yang mendukung pengembangan dan penerapan AI di Indonesia. Secara keseluruhan, dengan koordinasi yang baik antara semua pihak, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi salah satu pemain utama dalam ekosistem AI global di masa depan.

Nadia Permata adalah seorang penulis di situs berita octopus.co.id. Octopus adalah platform smart media yang menghadirkan berbagai informasi berita dengan gaya penyajian yang sederhana, akurat, cepat, dan terpercaya.

Berita Terkait

Back to top button