Parlemen Serbia Ricuh: Oposisi Lempar Gas Air Mata Saat Protes Mahasiswa!

PARLEMEN Serbia berubah menjadi arena kekacauan pada hari Selasa ketika anggota parlemen oposisi melemparkan granat asap dan gas air mata di dalam ruangan sidang. Aksi ini merupakan wujud protes terhadap pemerintahan Presiden Aleksandar Vucic, serta sebagai bentuk solidaritas kepada mahasiswa yang telah turun ke jalan untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.

Kekacauan dimulai ketika puluhan anggota parlemen berkumpul untuk membahas 62 agenda, termasuk pemungutan suara mengenai pemecatan Ketua Parlemen Ana Brnabic. Namun, situasi dengan cepat berubah menjadi ricuh ketika anggota oposisi mulai menyalakan suar, melempar granat asap, dan telur ke arah lawan politik mereka. Beberapa dari mereka juga terlibat dalam perkelahian dengan petugas keamanan. Di tengah kebisingan dan asap, spanduk dengan tulisan “Serbia bangkit untuk menumbangkan rezim” dibentangkan, menandakan tujuan politik yang lebih luas dari aksi tersebut.

Selama insiden ini, tiga anggota Partai Progresif Serbia (SNS), partai penguasa yang dipimpin oleh Vucic, mengalami luka. Salah satu dari mereka mengalami stroke, dan ada laporan mengenai seorang anggota parlemen hamil yang juga terlanjur terlibat dalam keributan tersebut. Menurut laporan dari N1, afiliasi CNN di Serbia, insiden ini menggambarkan tanda rapuhnya stabilitas politik di negara itu.

Aksi protes ini tidak muncul begitu saja; krisis politik di Serbia telah berkembang sejak runtuhnya kanopi stasiun kereta di kota Novi Sad pada bulan November yang lalu, yang mengakibatkan 15 orang tewas. Tragedi tersebut menjadi simbol dari ketidakpuasan terhadap 12 tahun pemerintahan Vucic, yang banyak dianggap sebagai pemerintahan korup dan tidak kompeten. Protes yang dimulai sebagai doa bersama untuk para korban kini telah berkembang menjadi demonstrasi harian yang berlangsung hampir empat bulan dan melibatkan berbagai lapisan masyarakat.

Di luar gedung parlemen yang bersejarah tersebut, mahasiswa dan kelompok lainnya menggelar keheningan selama 15 menit, satu menit untuk setiap korban tragedi di Novi Sad. Dalam pernyataan mereka, beberapa anggota parlemen oposisi memegang papan bertuliskan “keadilan bagi yang terbunuh”, menuntut pertanggungjawaban dari pemerintah.

Respons dari pemerintahan Vucic terhadap protes ini terbilang campur aduk. Di satu sisi, pemerintah meremehkan gerakan tersebut dengan klaim bahwa protes adalah rekayasa dari pihak asing untuk melemahkan Serbia. Di sisi lain, ada upaya untuk meredakan ketegangan dengan menawarkan konsesi tertentu. Meski demikian, demonstrasi menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap cara presiden dan pemerintahannya menangani krisis.

Dengan situasi yang semakin memanas, pengunduran diri Perdana Menteri Milos Vucevic diremehkan oleh para demonstran. Pengunduran diri itu dianggap sebagai taktik Vucic untuk mengalihkan tanggung jawab. Engjellushe Morina, peneliti senior di Dewan Hubungan Luar Negeri Eropa, menyatakan bahwa masyarakat Serbia tidak akan tertipu lagi oleh perubahan kecil yang terlihat.

Sementara itu, kejadian di parlemen menambah daftar panjang kerusuhan politik yang melanda Serbia, mengindikasikan bahwa ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah Vucic semakin membara. Dalam menanggapi insiden tersebut, Brnabic mengecam anggota parlemen oposisi sebagai “teroris”, menandakan friksi yang semakin dalam di antara kekuatan politik di negara itu.

Seiring protes terus berlanjut dan krisis politik yang semakin dalam, masa depan pemerintahan Vucic terlihat semakin suram. Pihak oposisi, didukung oleh mahasiswa dan masyarakat umum, kini memiliki momentum yang kuat dalam menuntut keadilan dan perubahan di Serbia. Pasca insiden ricuh ini, semua mata kini tertuju pada langkah berikutnya yang akan diambil oleh pemerintah dan oposisi dalam mempertahankan posisi masing-masing di tengah situasi yang makin memanas.

Back to top button