Semarang, Octopus – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau yang akrab disapa Mbak Ita, melanjutkan rangkaian ketidakhadiran dalam pemeriksaan yang dijadwalkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada kenyataannya, Mbak Ita tidak hadir dalam pemeriksaan pada 10 Februari 2025 karena sedang dirawat di Rumah Sakit Daerah (RSD) KRMT Wongsonegoro, Semarang, akibat kondisi kesehatan yang memburuk.
Menurut informasi yang disampaikan oleh Direktur RSD KRMT Wongsonegoro, Eko Krisnarto, Mbak Ita mengalami demam tinggi dan sesak napas, yang memerlukan perawatan intensif. Eko menjelaskan bahwa Mbak Ita datang ke rumah sakit dalam keadaan tidak berdaya setelah sebelumnya menjalani perawatan di rumahnya. “Beliau memang sakit. Kemarin datang dalam keadaan demam, kemudian demam, agak sesak,” ungkap Eko saat memberikan keterangan pers, Rabu (12/2/2025).
Sebelum menjalani perawatan di rumah sakit, Mbak Ita diketahui telah berusaha mengatasi sakitnya di rumah. Namun, kondisinya yang terus memburuk memaksanya untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut. Eko menambahkan, “Ibu (Mbak Ita) sudah sejak hari Minggu (9/2/2025) sakit, malamnya itu diinfus di rumah, lalu tidak kuat dan akhirnya masuk RSWN pada Senin (10/2/2025) pagi.” Sementara itu, perawatan yang diberikan kepada Mbak Ita sama dengan yang diterima oleh pasien lainnya di rumah sakit, tanpa ada perlakuan istimewa.
Saat ini, Mbak Ita sedang ditangani oleh dokter spesialis penyakit dalam dan masih dalam kondisi yang diawasi secara ketat. Eko mengungkapkan bahwa meskipun kondisinya menunjukkan perbaikan, Mbak Ita masih dibutuhkan untuk mendapatkan antibiotik dan belum diperbolehkan untuk pulang. “Saat ini kondisinya membaik, tetapi tetap mendapat antibiotik, belum bisa pulang,” tambah Eko.
Kondisi kesehatan Mbak Ita yang kritis ini terjadi di tengah proses hukum yang melibatkan dirinya terkait dugaan kasus korupsi di lingkungan Pemkot Semarang. KPK telah memanggil Mbak Ita sebanyak lima kali untuk dimintai keterangan, dengan pemanggilan terakhir di tanggal yang sama saat dia dirawat di rumah sakit. Sebelumnya, ia juga tidak hadir pada pemanggilan yang dijadwalkan pada 10 Desember 2024, 17 dan 22 Januari 2025. Situasi ini memunculkan spekulasi dan perhatian publik mengenai alasan ketidakhadirannya yang berulang.
KPK sendiri belum memberikan keputusan resmi mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil terkait ketidakhadiran Mbak Ita dalam pemeriksaan. Setiap panggilan KPK memang memiliki standar prosedur yang mengharuskan anggota yang dipanggil untuk memenuhi kewajiban mereka, tetapi dalam hal ini, kondisi kesehatan diakui sebagai faktor pertinent yang dapat menjadi alasan untuk ketidakhadiran.
Dalam situasi ini, penanganan kesehatan Mbak Ita menjadi prioritas utama, sementara proses hukum masih menunggu kejelasan terkait kondisi fisiknya. Eko menegaskan bahwa seluruh tindakan medis yang diberikan kepada Mbak Ita adalah berdasarkan protokol medis yang standar, tanpa ada perlakuan istimewa dari tim medis.
Pihak Rumah Sakit mengantisipasi akan adanya perkembangan lebih lanjut mengenai kesehatan Mbak Ita, yang semoga dapat memberikan kejelasan bagi semua pihak, termasuk KPK dan masyarakat luas. Dalam waktu dekat, diharapkan kondisi Mbak Ita semakin membaik agar ia dapat berpartisipasi dalam proses hukum yang sedang berlangsung, mengingat pentingnya masalah ini bagi integritas pemimpin publik di Indonesia.