Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, kini menjadi sorotan publik setelah terlibat dalam dugaan kasus korupsi signifikan terkait pengadaan perabotan rumah dinas DPR RI. Kasus ini mulai terkuak sejak tahun 2020 ketika penyelidikan menemukan adanya penggelembungan harga dalam proyek tersebut, yang diperkirakan merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp 120 miliar. Lokasi pengadaan rumah dinas ini terletak di kawasan Kalibata dan Ulujami, Jakarta Selatan.
Melihat skandal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan langkah tegas dengan menetapkan Indra Iskandar sebagai salah satu tersangka. Enam individu lainnya juga terlibat, terdiri dari pejabat DPR RI dan pihak swasta, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi melalui penggelembungan harga dan penggunaan nama perusahaan lain untuk menyamarkan transaksi yang mencurigakan.
Proses hukum terhadap Indra Iskandar dimulai dengan panggilan penyidik KPK pada 15 Mei 2024. Dalam pemeriksaan tersebut, Indra ditanyai mengenai peran vendor yang secara ilegal mendapat manfaat dari proyek pengadaan perabotan rumah dinas tersebut. KPK mengonfirmasi bahwa mereka menemukan bukti elektronik dan dokumen menunjukkan adanya aliran dana yang diduga berkaitan dengan korupsi.
Indra Iskandar mencatatkan langkah hukum dengan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 Mei 2024. Permohonan ini berfokus pada keabsahan penyitaan barang bukti oleh KPK. Namun, menjelang sidang perdana yang dijadwalkan pada 27 Mei 2024, Indra mencabut gugatan tersebut.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka dan adanya bukti yang terlihat, Indra beserta para tersangka lainnya belum ditahan hingga Maret 2025. Setyo Budiyanto, pejabat KPK, menjelaskan bahwa penundaan ini disebabkan oleh proses perhitungan kerugian negara yang masih berlangsung, yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Di samping itu, penanganan kasus-kasus lain yang lebih prioritas juga menjadi faktor penghambat dalam proses hukum terhadap Indra.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat mengenai keadilan dan sistem pengawasan internal di DPR RI. Banyak yang mempertanyakan mengapa dengan bukti-bukti yang ada, penahanan terhadap individu yang terlibat dalam dugaan korupsi ini tidak berjalan dengan cepat. Temuan aliran dana ilegal dan partisipasi pejabat tinggi DPR dalam kasus ini menyoroti kelemahan dalam pengawasan institusi pemerintah yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi.
Kasus ini menjadi salah satu contoh konkret dari permasalahan mendalam yang dihadapi dalam sistem pemerintahan. Isu korupsi menghantui banyak instansi negara, yang berpotensi mencoreng citra parlemen dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Untuk itu, diperlukan tindakan lebih lanjut dari KPK dan instansi terkait dalam penanganan kasus ini hingga tuntas. Keterlibatan Indra Iskandar dan tersangka lain dalam korupsi ini mengharuskan semua pihak untuk lebih ketat dalam pengawasan dan akuntabilitas, guna memulihkan kepercayaan publik dan menegakkan hukum secara efektif.