Pada tahun ini, konsumsi rumah tangga pada momen Lebaran diprediksi akan mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nailul Huda, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), mengungkapkan bahwa faktor-faktor seperti perlambatan ekonomi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) turut berkontribusi terhadap proyeksi tersebut. Dalam pernyataannya pada Sabtu (22/3), Huda menyatakan, “Saya rasa dengan adanya perlambatan ekonomi dan pemutusan hak kerja, konsumsi rumah tangga di Lebaran tahun ini akan lebih lambat dibandingkan tahun lalu.”
Kondisi ekonomi yang tidak stabil menjadi tantangan bagi masyarakat dalam merencanakan pengeluaran mereka, terutama menjelang hari raya yang biasanya identik dengan peningkatan belanja. Keadaan ini dapat memberikan dampak yang signifikan pada berbagai sektor, termasuk perdagangan dan usaha kecil menengah yang bergantung pada lonjakan permintaan saat Lebaran.
Huda juga mencatat bahwa meskipun ada harapan akan pertumbuhan ekonomi di triwulan ini, angka yang diperkirakan tidak terlalu menjanjikan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,06% yang ditopang oleh konsumsi rumah tangga pada momen Lebaran di tahun ini, lebih rendah dibandingkan dengan 5,11% pada periode yang sama tahun lalu. “Tapi 5,06% itu lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024 yang tumbuh sebesar 5,03%,” tambahnya.
Perlambatan konsumsi rumah tangga di momen Lebaran ini bisa juga disebabkan oleh faktor lain yang tidak dapat dengan mudah diprediksi, seperti bencana alam atau situasi politik yang tidak stabil. Huda menegaskan, ketidakpastian yang ada membuatnya sulit untuk memberikan angka konsumsi rumah tangga yang akurat untuk Lebaran tahun ini.
Dalam konteks yang lebih luas, dampak dari perlambatan konsumsi rumah tangga ini dapat terlihat dari perubahan pola belanja masyarakat. Banyak konsumen kini lebih memilih untuk berbelanja dengan strategi yang lebih hemat, sebagai bagian dari adaptasi terhadap kondisi ekonomi yang menantang. Fenomena ini sering dikenal dengan istilah “Frugal Living”, yang merujuk pada gaya hidup sederhana dan berhemat.
Berbagai faktor yang memengaruhi keputusan konsumsi rumah tangga, mulai dari penghasilan yang tidak pasti hingga mahalnya harga barang kebutuhan, membuat masyarakat lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang. Ini juga dapat mengurangi permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Sebagai langkah antisipatif, sejumlah pedagang dan pelaku usaha telah mulai menyesuaikan strategi pemasaran mereka, guna menarik lebih banyak konsumen. Penawaran diskon, bundling produk, dan promo menarik lainnya menjadi cara yang digunakan beberapa pelaku usaha untuk meningkatkan daya tarik produk mereka. Namun demikian, tantangan tetap ada, mengingat banyak konsumen yang kini lebih selektif dalam berbelanja.
Ketidakpastian di pasar dan ekonomi yang melambat juga mengharuskan pelaku usaha untuk terus beradaptasi dan mencari peluang baru. Terutama bagi usaha kecil dan menengah, kepekaan terhadap perubahan perilaku konsumen sangatlah penting. Mengingat pentingnya momentum Lebaran yang biasanya menjadi puncak konsumsi, penting bagi pelaku usaha untuk tetap optimis namun realistis dalam perencanaan dan strategi mereka.
Sebagai informasi tambahan, momen Lebaran merupakan salah satu periode penting dalam perekonomian Indonesia. Tradisi yang melibatkan silaturahmi dan saling memberi, sering kali berujung pada lonjakan konsumsi. Namun, dengan kondisi ekonomi yang saat ini sedang tidak menentu, perlambatan tersebut diharapkan tidak berlangsung lama dan perekonomian dapat pulih kembali dalam waktu dekat. Hal ini menjadi perhatian bagi banyak pihak, terutama dalam upaya menjaga stabilitas ekonomi masyarakat dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.