Komisi III DPR: Sebut Preman Berkedok Ormas Merasa Penguasa!

Jelang Lebaran, aksi preman berkedok organisasi kemasyarakatan (ormas) kembali mencuat ke permukaan. Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyoroti fenomena ini dan mendesak pihak kepolisian untuk mengambil tindakan tegas. Menurutnya, premanisme yang muncul dalam bentuk ormas ini sudah menjadi masalah yang dikeluhkan oleh masyarakat, instansi pemerintah, dan dunia usaha. Mereka beroperasi dengan seolah-olah menjadi penguasa wilayah, memaksa untuk mendapatkan tunjangan hari raya (THR) secara paksa.

“Preman berkedok ormas itu selalu berulah dan memalak masyarakat. Mereka merasa bisa seenaknya memalak,” ujar Abdullah dalam pernyataannya pada Sabtu (22/3/2025). Situasi ini semakin parah menjelang hari raya, di mana mereka berkeliling ke berbagai tempat seperti lembaga pendidikan, pabrik, dan toko untuk meminta THR.

Tidak hanya itu, Abdullah juga menyatakan bahwa aksi pemalakan ini berulang kali menampilkan sisi kekerasan. “Mereka membawa senjata tajam dan melakukan kekerasan terhadap korban. Jelas itu bentuk premanisme yang tidak boleh dibiarkan,” tegasnya. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena ini tidak terbatas di satu wilayah, melainkan sudah terjadi di banyak daerah di Indonesia.

Aksi terkait preman berkedok ormas ini menjadi perhatian serius, terlebih saat video-video mereka beraksi viral di media sosial. Masyarakat pun mulai beramai-ramai mengecam perilaku tak terpuji tersebut. Misalnya, kasus di Bantar Gebang, Kota Bekasi, di mana sebuah video menunjukkan preman meminta THR kepada pabrik, dan setelah viral, pelaku berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian.

Perlu dicatat bahwa kekerasan dan pemalakan yang dilakukan oleh preman berkedok ormas ini tidak luput dari perhatian pemerintah. Abdullah mendesak aparat kepolisian untuk bergerak cepat jika ada laporan terkait aksi premanisme ini. Ia mengusulkan pembentukan posko pengaduan sebagai sarana bagi masyarakat yang menjadi korban untuk melaporkan tindakan premanisme tersebut.

Sejalan dengan itu, Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto juga menyerukan kepada pemerintah daerah untuk bersikap tegas dalam menghadapi ormas yang merugikan. Ia mendorong agar kepala daerah bersama aparat penegak hukum bisa menanggulangi setiap bentuk tindakan yang mengganggu ketertiban. “Warga silakan melaporkan apabila ada pungutan-pungutan liar,” ungkapnya.

Bima menegaskan bahwa tindakan penegakan hukum bukanlah tugas ormas, melainkan wewenang pemerintah daerah melalui Satpol PP dan aparat penegak hukum. Mengingat bulan Ramadan adalah waktu yang sakral bagi ummat Muslim, Bima mengingatkan agar segala tindakan yang mengganggu kekhusyukan ibadah harus ditangani dengan serius.

Sikap tegas sangat diperlukan dalam menghadapi tindakan merugikan yang tidak hanya meresahkan masyarakat tetapi juga mencoreng citra organisasi kemasyarakatan secara keseluruhan. “Kami apresiasi langkah tegas pemda, seperti di Kabupaten Garut, yang tidak membiarkan ormas melakukan sweeping,” kata Bima.

Pembinaan dan pemberdayaan ekonomi juga ditekankan sebagai solusi agar ormas dapat berkontribusi secara positif dalam masyarakat, alih-alih terjun ke dalam aksi yang merugikan. Dengan adanya pembinaan, diharapkan ormas menjadi lebih konstruktif dan mampu membantu masyarakat dengan cara yang lebih baik.

Aksi preman berkedok ormas yang meresahkan ini menuntut perhatian bersama. Diperlukan kerjasama antar pihak, baik pemerintah, aparat kepolisian, dan masyarakat untuk menanggulangi praktik premanisme yang sudah terlalu lama berlangsung. Masyarakat pun diharapkan berani bersuara dan melaporkan kongkalikong penculikan hak-hak mereka agar tindakan tegas dapat diambil.

Exit mobile version