Di tengah maraknya peningkatan penjualan produk tembakau alternatif, terutama produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products atau HTP), muncul keprihatinan dari kalangan akademisi dan pengawas industri mengenai klaim keamanan kesehatan yang digembar-gemborkan oleh industri. Laporan terbaru oleh organisasi pengawas industri tembakau, STOP, menyatakan tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim bahwa HTP lebih aman dibandingkan dengan rokok konvensional. Bahkan, penelitian menunjukkan bahwa HTP masih mengandung karsinogen yang dapat berpotensi menyebabkan kanker.
Dalam dokumen berjudul “Memahami Produk Tembakau Bebas Asap (HTP): Isu-isu Terkini dan Temuan Terbaru,” STOP mengungkapkan hasil kajian yang menunjukkan bahwa HTP bukan solusi efektif bagi perokok yang ingin berhenti. Sebaliknya, produk ini dapat memperburuk masalah kesehatan masyarakat. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Sophie Braznell, salah satu penulis laporan, yang mencatat bahwa secara signifikan, banyak riset pendukung yang berasal dari industri itu sendiri, yang mengindikasikan adanya potensi konflik kepentingan.
Kandungan berbahaya dalam HTP tidak dapat diabaikan. Laporan STOP menyebutkan bahwa emisi dari HTP masih mengandung zat berbahaya, termasuk karsinogen dalam konsentrasi yang bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan asap rokok biasa. Selain itu, proses produksi dan pembuangan perangkat HTP juga berpotensi menimbulkan dampak lingkungan negatif, terutama dari limbah elektronik beracun dan eksploitasi sumber daya tambang.
Keefektifan HTP untuk membantu perokok berhenti juga dipertanyakan. Data menunjukkan bahwa banyak pengguna HTP tetap merokok rokok konvensional atau bahkan kembali mengonsumsi produk tersebut setelah mencoba HTP. Artinya, HTP tidak hanya tidak bermanfaat bagi perokok lama, tetapi juga menarik perhatian anak muda dan non-perokok untuk mencoba produk ini. Jorge Alday, Direktur STOP, mengungkapkan bahwa bukti menunjukkan HTP malah menjadi alat bagi industri untuk menarik konsumen baru dan menciptakan generasi baru yang kecanduan nikotin.
Industri tembakau tidak hanya mengandalkan keuntungan dari penjualannya, tetapi juga berupaya mempengaruhi kebijakan yang lebih meny favorekan produk HTP. STOP mengkritik taktik lobi yang tengah digunakan untuk mendorong kebijakan longgar terhadap HTP, seperti pengurangan tarif pajak dan pengecualian dari regulasi kawasan tanpa rokok. Diperkirakan bahwa penjualan HTP secara global akan mencapai USD 41,6 miliar pada tahun 2025, sembari perusahaan-perusahaan besar di industri tembakau terus menjual lebih dari 1,8 triliun batang rokok setiap tahunnya.
Para ahli menekankan bahwa klaim “bebas asap” yang dipromosikan oleh industri tidak serta merta berarti bebas risiko. Dr. Braznell menambahkan bahwa pengguna HTP pada dasarnya mereka yang dijadikan subjek eksperimen oleh industri rokok, dengan risiko jangka panjang yang belum sepenuhnya dipahami. Mengingat situasi ini, STOP mendesak para pembuat kebijakan agar tidak terjebak dalam narasi menyesatkan yang sering disuguhkan oleh industri tembakau.
Mereka menyarankan agar tindakan tegas diambil untuk membatasi pemasaran HTP dan menerapkan regulasi yang ketat. Penting untuk memastikan perlindungan kesehatan masyarakat, khususnya generasi muda, dari strategi manipulatif yang digunakan oleh industri. Regulasi tentang HTP seharusnya setara atau bahkan lebih ketat dibandingkan regulasi untuk rokok biasa, mengingat potensi risiko kesehatan yang mungkin ditimbulkan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Alday, jika pemerintah terjebak pada klaim-klaim yang tidak berdasarkan data ilmiah yang berkualitas, masyarakat akhirnya yang harus menanggung biaya dari dampak kesehatan, ekonomi, dan lingkungan di masa depan. Hal ini menambah urgensi untuk menciptakan kebijakan yang lebih berorientasi pada kesehatan masyarakat dalam menghadapi produk tembakau alternatif.