Suhu yang ekstrem dan meningkatnya indeks panas telah memaksa hampir separuh sekolah di Manila untuk menutup kegiatan belajar mengajar pada Senin, 3 Maret 2025. Hal ini disampaikan oleh pejabat setempat saat musim kemarau yang terik mulai mendera Filipina. Badan peringatan cuaca nasional memperingatkan bahwa indeks panas di Manila serta dua wilayah lain di negara tersebut berada pada tingkat “bahaya”.
Pihak berwenang mencatat bahwa pada tingkat tersebut, kejadian kram dan kelelahan akibat panas dapat terjadi, sehingga mendorong mereka untuk merekomendasikan penduduk di area terdampak untuk menghindari paparan langsung sinar matahari dalam waktu lama. Mengacu pada laporan dari CNA, waspada terhadap cuaca ekstrem menjadi hal yang sangat penting demi keselamatan masyarakat.
Gelombang panas di Filipina bukanlah hal baru; tahun lalu, suhu tinggi melanda hampir seluruh wilayah pada bulan April dan Mei, memaksa penangguhan kelas tatap muka hampir setiap hari yang berdampak pada jutaan siswa. Bahkan, pada 27 April tahun lalu, suhu di Manila mencapai rekor 38,8 derajat Celsius. Meskipun pada tahun ini diperkirakan suhu hanya akan mencapai 33 derajat Celsius, tindakan penutupan sekolah tetap dilakukan sebagai langkah pencegahan.
Di distrik Malabon, lebih dari 68.000 siswa terpengaruh oleh penangguhan kegiatan belajar di 42 sekolah. Edgar Bonifacio, pejabat dari departemen pendidikan setempat, menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil demi menjaga kesehatan dan keselamatan para siswa. Wali Kota Manila, Honey Lacuna-Pangan, juga mengumumkan bahwa kegiatan kelas siang di semua tingkat akan dibatalkan.
Dalam pernyataannya, Wali Kota mencatat bahwa indeks panas di Manila pada hari tersebut diperkirakan berkisar antara 36 hingga 38 derajat Celsius, dengan puncak indeks panas yang dapat mencapai 42 derajat pada pukul 2 siang. Ia mengingatkan kepada masyarakat untuk menjaga hidrasi dan mengambil tindakan pencegahan guna menghindari efek negatif dari suhu yang ekstrem.
Selain Malabon, pemerintah daerah di Paranaque, Las Pinas, dan distrik lainnya juga telah mengambil langkah serupa dengan menangguhkan kelas tatap muka. Hal ini menunjukkan bahwa kekhawatiran atas dampak suhu tinggi tidak hanya terbatas pada Manila, tetapi juga dirasakan di berbagai wilayah lain.
Suhu yang meningkat di Filipina merupakan isu yang semakin mendesak, apalagi dengan hadirnya laporan mengenai gelombang panas sebelumnya yang mengakibatkan lebih dari 47.000 kematian di Eropa dalam beberapa waktu terakhir. Para pakar iklim memperingatkan bahwa fenomena ini akan semakin sering terjadi seiring dengan perubahan iklim yang terjadi di seluruh dunia.
Dalam menghadapi situasi sulit ini, masyarakat diharapkan dapat memahami dan mengikuti ajaran pemerintah mengenai keselamatan saat cuaca ekstrem. Dengan menanggapi dengan bijak dan mematuhi rekomendasi, diharapkan dampak negatif dari gelombang panas ini dapat diminimalkan, terutama bagi generasi muda yang tengah menempuh pendidikan.
Dengan kondisi iklim yang semakin tidak menentu, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bersiap dan merespons fenomena cuaca ekstrem ini dengan langkah-langkah yang tepat. Sambil menunggu cuaca yang lebih baik, penutupan sekolah di Manila menjadi langkah strategis untuk melindungi kesehatan dan keselamatan siswa dari dampak ekstrem cuaca.