Fitri Salhuteru: Berani Ambil Risiko Sadar Langgar UU ITE!

Fitri Salhuteru, figur publik yang tengah berseteru dengan Nikita Mirzani, membuat heboh jagat media sosial setelah mengunggah kolase foto para demonstran yang melakukan aksi di depan kantornya di kawasan Tangerang. Dalam unggahan yang dibagikan melalui akun Instagramnya, Fitri juga menyertakan foto sepeda motor lengkap dengan pelat nomor yang digunakan oleh para pengunjuk rasa tersebut. Aksi ini menjadi sorotan publik dan menghasilkan berbagai reaksi, terutama dari netizen yang menganggap bahwa tindakan Fitri melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Banyak netizen yang menduga bahwa unggahan Fitri bisa dianggap sebagai pencemaran data pribadi, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan UU Nomor 1 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas UU ITE. “Pencemaran data pribadi diatur dalam undang-undang tersebut, sehingga tindakan Fitri ini sangat dipertanyakan,” ungkap salah satu warganet.

Menyadari getaran kritik yang ditujukan padanya, Fitri memberikan klarifikasi melalui Insta Stories-nya. Ia mengakui bahwa ia sadar tindakannya melanggar UU ITE. “Saya tahu upload data pribadi melanggar UU ITE. Tapi saya manusia biasa yang kesal dengan perbuatan teror ke-2 kali ini,” tulis Fitri. Ia menyatakan bahwa alasan di balik keputusan tersebut adalah rasa frustasi akibat hukum di Indonesia yang dianggap sulit ditegakkan. “Jika hukum di Indonesia ini memang sulit ditegakkan, saya siap mengambil risiko agar masyarakat tahu siapa pelaku teror ini,” sambungnya.

Peristiwa ini bukanlah yang pertama kali dialami oleh Fitri. Ia sebelumnya juga menjadi korban teror dan telah melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian. Dalam konteks pengunjuk rasa yang mendatanginya, Fitri berharap agar pihak kepolisian, khususnya satuan reskrim Polres Tangsel, dapat mengungkap siapa dalang di balik aksi demonstrasi tersebut. “Semoga bisa menertibkan para pelaku teror terhadap diri saya,” harapnya, menambahkan bahwa ia telah memiliki bukti yang cukup untuk mengidentifikasi para pengunjuk rasa.

Di media sosial, banyak suara yang sependapat bahwa tindakan Fitri ini berdampak pada persepsi masyarakat tentang risiko dan konsekuensi hukum yang bisa ditimbulkan akibat penyebaran data pribadi. Pengamat hukum juga mencatat bahwa situasi ini menjadi cermin betapa pentingnya kesadaran terhadap perlindungan data pribadi di era digital yang semakin kompleks. “Masyarakat harus selalu berhati-hati dalam berbagi informasi, apalagi yang menyangkut identitas pribadi, baik di dunia nyata maupun di media sosial,” kata seorang pakar hukum.

Tidak dapat dipungkiri, langkah Fitri untuk mengungkap keberadaan pelaku teror yang mengganggu ketenangannya menjadi salah satu cara untuk menunjukkan protesnya terhadap situasi yang dialaminya. Namun, langkah itu juga membuka diskusi tentang etika dalam berbagi informasi di media sosial, serta implikasi hukum yang mungkin menyertainya. Di satu sisi, perlindungan data pribadi sangat penting untuk menghormati privasi individu; di sisi lain, tindak lanjut terhadap tindakan teror tetap menjadi prioritas.

Akhirnya, tindakan Fitri Salhuteru ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi situasi sulit, pengungkapan informasi dapat menjadi dua sisi mata uang: di satu sisi, upaya untuk melindungi diri dan di sisi lain, risiko pelanggaran hukum yang dapat menggiring pada konsekuensi yang lebih besar. Di tengah berlangsungnya dinamika sosial ini, harapan masyarakat agar hukum dapat ditegakkan dengan adil dan efektif tetap menjadi tuntutan yang mendesak.

Exit mobile version