Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu mengklaim bahwa dirinya adalah korban penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah Turki yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan. Klaim ini disampaikan pada Kamis, 20 Maret 2025, saat Imamoglu mendesak pengadilan untuk mengambil sikap terhadap tingkah laku yang dianggap merusak keadilan tersebut.
Imamoglu ditangkap oleh pihak berwenang Turki pada hari Rabu, 19 Maret 2025, dalam konteks penyelidikan korupsi dan dugaan teror. Penangkapan ini menuai reaksi keras dari masyarakat, dengan ribuan orang turun ke jalan pada hari kedua aksi demonstrasi. Para demonstran melakukan protes di berbagai lokasi di Istanbul, meskipun pihak berwenang telah melarang protes berlangsung selama empat hari. Mereka membawa plakat dengan tulisan “Bersama melawan pelanggaran hukum,” mendukung Imamoglu dan menolak tindakan yang dianggap tidak adil.
“Istilah ‘keadilan’ telah dipakai secara tidak benar dalam kasus ini,” katanya melalui pengacara setelah menghabiskan malam pertamanya dalam tahanan. Ia menegaskan bahwa para hakim dan jaksa harus mengambil posisi dan melawan tindakan yang merusak peradilan di Turki.
Imamoglu, yang merupakan calon presiden dari Partai Rakyat Republik (CHP) untuk pemilu 2028 mendatang, sebelumnya dikenal sebagai saingan politik utama Erdogan. Sebelum penangkapannya, namanya semakin bersinar dan menjadi sorotan di kancah politik Turki, terutama setelah kemenangan dramatisnya di pemilu Wali Kota Istanbul pada 2019.
Di tengah isu ini, penguatan suara masyarakat dan dukungan terhadap Imamoglu dapat terlihat di berbagai belahan kota. Pada malam kehadiran Imamoglu di tahanan, sejumlah aktivis hak asasi manusia dan kalangan oposisi menggelar aksi berkumpul, menyerukan kebebasan politik dan menuntut reformasi dalam sistem hukum yang dianggap semakin bias oleh banyak pihak.
Sementara itu, berita mengenai Imamoglu tak hanya menjadi sorotan di dalam negeri, tetapi juga menarik perhatian media internasional. Cita-citanya untuk memimpin Turki dianggap sebagai ancaman serius bagi Erdogan, yang telah berkuasa selama lebih dari dua dekade. Lamanya Erdogan dalam posisi kepemimpinan telah membuat banyak pihak merasa bahwa hegemoni politiknya mulai tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Adanya penyelidikan korupsi yang mencakup tidak hanya Imamoglu tetapi juga beberapa pengusaha terkemuka termasuk Ali Nuhoglu, menambah nuansa dramatis pada situasi. Nuhoglu ditahan bersamaan dengan Imamoglu dan dilaporkan bahwa uang senilai Rp16,6 miliar juga disita dalam proses tersebut.
Wakil dari Partai CHP, partai yang dipimpin oleh Imamoglu, menyatakan bahwa penangkapan tersebut merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menghilangkan lawan politik. Mereka mendesak masyarakat untuk tetap bersatu dan menentang pelanggaran hukum demi tegaknya keadilan.
Dalam beberapa bulan terakhir, ketegangan politik di Turki semakin meningkat. Penangkapan Imamoglu dianggap sebagai langkah pencegahan oleh pemerintah untuk mengantisipasi potensi ancaman dari oposisi menjelang pemilu yang akan datang. Selain itu, ketidakpuasan publik terhadap kebijakan ekonomi yang diambil pemerintahan Erdogan juga terus tumbuh, mengindikasikan bahwa situasi politik di Turki menghadapi tantangan yang semakin besar.
Sementara itu, tindakan demonstrasi dari masyarakat tidak menunjukkan tanda-tanda mereda. Mereka percaya bahwa kebangkitan kesadaran politik di kalangan masyarakat bisa menjadi titian masa depan menuju pemerintahan yang lebih transparan dan bertanggung jawab. Dengan ini, relevansi isu kebebasan politik dan hak asasi manusia di Turki menjadi lebih mendesak untuk diperhatikan oleh semua pihak.